Kamis, 23 Juli 2009

Perkembangan Pemikiran Dalam Islam

AL-MATURIDIAH
Abu Mansur Al-Maturidi dan Pemikiran-Pemikirannya
Oleh: H. Benny Fitra, B.Ed

A. PENDAHULUAN
Al-Maturidiah merupakan salah satu sekte Ahli Sunnah wal Jama’ah yang tampil bersama dengan Asy’ariah. Maturidiah dan Asy’ariah dilahirkan oleh kondisi sosial dan pemikiran yang sama. Kedua aliran ini datang untuk memenuhi kebuTuhan mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstrimitas kaum rasionalis di mana yang berada di barisan paling depan adalah Mu’tazilah, maupun ekstrimitas kaum tekstualis di mana yang berada di barisan paling depan adalah kaum Hanabilah (para pengikut Imam Ibnu Hambal). Kedua aliran ekstrim berusaha mengambil sikap tengah diantara kedua aliran ekstrim itu. Memberikan banyak sendi dan sarana bagi sikap mengambil jalan tengah ini. Keduanya berbeda pendapat hanya dalam hal yang menyangkut masalah cabang dan detailitas. Pada awalnya antara kedua aliran ini dipisahkan oleh jarak: aliran Asy’ariah di Irak dan Syam (Suriah) kemudian meluas ke Mesir, sedangkan aliran Maturidiah di Samarkand dan di daerah-daerah di seberang sungai (Oxus).
Kedua aliran ini bisa hidup dalam lingkungan yang kompleks dan membantuk satu mazhab. Nampak jelas bahwa perbedaan sudut pandang mengenai masalah-masalah fiqh kedua aliran ini merupakan faktor pendorong untuk berlomba dan survive. Orang-orang Hanafiah (para pengikut Imam Hanafi) membentengi aliran Maturidiah, dan mereka kaitkan akarnya sampai pada Imam Abu Hanifah sendiri. Sementara itu para pengikut Imam Syafi’i dan Imam Malik mendukung kaum Asy’ariah, dan mereka berjuang keras untuk menyebarkannya sehingga aliran ini bisa meluas ke Andalusia dan Afrika Utara, yang segera menjadi akidah resmi bagi semua Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwa persaingan antara dua aliran ini tidak memberikan ruang gerak kepada salah seorang Syeikh dari kalangan pengikut Abu Hanafiah di Mesir –yakni al-Imam al-Tahawal (321 H/933 M) yang hidup semasa dengan al-Maturidi dan al-Asy’ari, yang juga merasakan kebuTuhan yang dirasakan oleh kedua tokoh ini untuk menyatukan barisan menghilangkan sebab-sebab yang membuat mereka bertikai dan mengambil sikap tengah antara kaum tekstualis dan kaum rasionalis.
B. SEJARAH SINGKAT AL-MATURIDIAH
Golongan Maturidiah berasal dari Imam Abu Mansur Al-Maturidi. Golongan rasionalis yang diatributkan kepada Al-Maturidi. Sumber Ushulud Dien mereka adalah rasio dan mengambil teks (Al-Quran dan Sunnah) sebagai sumber kedua setelah itu.
Al Maturidiyah didirikan dalam rangka untuk mengkaunter golongan yang lain (seperti Mu’tazillah dan Asy’aris), akan tetapi tidak disebut Al-Maturidiah hingga setelah kematiannya.
Dia adalah Abu Mansur Muhammad bin Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi Al-Samarkandi. Maturidi adalah sebuah tempat di dekat Samarqan tempat dia dilahirkan meskipun tidak seorangpun secara pasti mengetahui tahun kelahirannya. Ini adalah sebuah observasi penting karena ini berarti bahwa orang yang membuat isnad tidak mengetahui cukup informasi tentangnya untuk menjadikannya sebagai sumber, artinya tidak ada seorang alim pun yang pernah mengenalnya.
Adapun, Syeikh Nusair bin Yahya Al-Balkhie (Hanafi) meninggal tahun 368 H, hanyalah seorang Syeikh yang diatributkan kepadanya. Dia tampaknya belajar semua fiqh dari Abu Hanifah, melalui beberapa pernyataan bahwa dia belajar dari ulama Hanafi lainnya seperti Al-Jauzani dan saudaranya Abu Nasr Al-Ayaad.
Al-Imam Abu Mansur Al-Maturidi digambarkan dalam buku; “Al-Fath Al-Mubin” (Terbuka Jelas Atas Tingkatan Ushulis), “Abu Mansur menggunakan argumen yang kuat untuk meyakinkan setiap orang, dia menggunakannya untuk mempertahankan aqidah umat muslim……”
Dia adalah orang yang banyak merujuk pada rasio/akal dan dari pendapat-pendapat mereka sendiri. Mereka memberikan kepadanya titel yang menyeluruh/sempurna, sepanjang persoalan itu bisa dibuktikan, dia tidak akan mengambil pendapat ulama. Mereka mengatakan, “Dia berdiri keras melawan golongan Mu’tazillah”. Dia begitu luar biasa dalam menyerang teks (Al-Quran dan As-Sunnah) dengan menggunakan rasio. Dia seorang rasionalis yang mencoba membuktikan eksistensi Allah dengan hujjahnya sendiri, akan tetapi jika dia tidak mengetahui bagaimana eksistensi Allah berdasarkan Al-Qur’an maka dia akan dihukum oleh Allah swt. Abu Mansur berdebat dengan semua ulama yang tidak sependapat dengannya. Dia berdebat dengan banyak orang dari golongan Mu’tazillah dan bersatu dengan Asy’ariy dalam melawan mereka. Tidak ada bukti bahwa dia bertemu dengan Imam Abul Hasan Al Asha’ari, akan tetapi murid-murid mereka saling bertemu. Dia memilki perselisihan yang besar dengan Ahlul Hadits, dia menyaksikan pembunuhan besar-besaran antara Ahlul Hadits dan Ahlul Kalam. Kelebihan dari Imam Abu Mansur Al-Maturidi adalah dia menulis banyak buku, akan tetapi dia tidak banyak mendapat dukungan dari ulama. Dia meninggal dan dikuburkan di Samarkand.
Dia dikenal adalah orang yang kuat. Dia dikenal oleh salah seorang ulama yaitu Abu Hasan An-Nadawi, beliau berkata, “Abu Mansur Al-Maturidi adalah seorang yang pandai, lihai dan terampil dalam semua seni.” (Rijal Al-Fikri Wad Da’wah).
Dia hidup pada masa yang sama dengan Abul Hasan Al-Asy’ari, akan tetapi tidak ada bukti bahwa mereka saling bertemu. Namun dilaporkan bahwa mereka berdebat dan berkomunikasi melalui surat dan melalui murid-murid mereka (meslipun tidak ada bukti bahwa mereka secara nyata berkomunikasi lewat surat).
Dia memiliki banyak buku termasuk, “Ushul Fiqh”, “Takfir”, “Takwil” yang dia gunakan untuk menyerang Jahmiyah dan salah satu bukunya yang terkenal yaitu “Kitabul Tauhid”. Dalam “Kitabul Tauhid”, tidak disebutkan tentang Tauhid Uluhiyah, pembicarannya murni tentang Tauhid Rububiyah dan sesuatu yang berhubungan kepada Tanzih.

Al-Maturidiah
Setelah dia meninggal, ide-idenya berkembang mulai tahun 333 H hingga 500 H dikalangan murid-muridnya. Banyak dari mereka yang menulis banyak buku yang mengikutinya dalam aqidahnya dan mengikuti fiqh dari Abu Hanifah. Termasuk di dalamnya (muridnya) yaitu Imam Abul Qasim Ishaq bin Muhammad bin Ismail Al-Hakim Al-Samarqandi (meninggal 342 H), dikenal sebagai Abul Qasim Al-Hakim dan Abu Muhammad Abdul Kareem bin Musa bin Isa Al-Bazdawi (meninggal 390 H) dikenal sebagai Al-Bazdawi.
Setelah ini tingkatan Al-Maturidiah dengan tokoh Abul Yusr Al-Bazdawi (421 H – 493 H), dikenal sebagai Muhammad bin Muhammad bin Husain Abdul Kareem Al-Bazdawi. Dia dikenal sebagai Syeikh dari Ahnaf setelah saudara tertuanya.
Setelah itu dia menjadi Syeikh Al-Hanafiyah. Dia belajar dari ayahnya yang mengambil dari kakeknya yang merupakan murid dari Abu Mansur. Dia juga belajar dari banyak ulama Mu’tazilah. Dia belajar dari buku filosofi Al-Kindi. Dia menyalahkan Abu Hasan Al-Asy’ari karena bukunya akan membingungkan semua orang (yang membacanya). Sesungguhnya dia telah membenarkan buku dari Abu Mansur Al-Maturidi tentang At-Ta’wil dan mendasari bukunya atas buku tersebut. Abu Yusr Al-Bazdawi meninggal di Bukhara pada tahun 493 H.
Pada masa terakhir tulisan dan kumpulan dari aqidah Al-Maturidiah dari tahun 500 H dan seterusnya. Dilanjutkan pertama kali oleh Abul Mu’in An-Nasafi (438 H – 508 H), orang yang berada antara Maturidiyah dari Baqilaani dan Ghozali serta Asy’aris. Dia menulis beberapa buku termasuk “Kitab At-Tahmeed” yang berisi semua opininya.
Setelah itu, Najm Ad-Dien An-Nasafi (462 H – 537 H). Dia adalah Najm Ad-Dien bin Muhammad An-Nasafi, pengikutnya mencapai lebih dari 500 orang, dan terkenal dengan nama Abul Yusr Al-Bazdawi dan Abu Isa. Imam Sam’aani berkata tentang biografi An-Nasafi :
“Pertama saya mengenalnya dia adalah seorang Imam yang memenuhi syarat dan dia menghimpun semua buku. Akan tetapi ketika saya berkunjung ke Samarqand saya membaca beberapa bukunya penuh dengan ilusi dan penyimpangan. Saya temukan (dari buku-buku tersebut) dia tidak mampu memahami hadits.”
Perlu dicatat bahwa Najm Ad-Dien lebih dikenal oleh pengikutnya daripada Abu Mansur Al-Maturidi. Setelah itu, Maturidiah tersebar hingga ke Madaris dari Doubond dari tahun 1283 H dan tahun 1272 H. Maturidiah tersebar hingga ke Brelwies. Penguasa Brelwies pada waktu itu adalah Ahmad Rida Khan, seorang Hanafi Maturidi. Dia dikenal sebagai “pemabantu dari Musatafa”. Dia meninggal tahun 1340 H. Sekolah terakhirnya adalah sekolah Al-Kautsari, juga dikenal sebagai Jarkasi (1296 H – 1371 H) sebagai tokoh Maturidi. Dia adalah orang yang menghina semua a’immah dari ummah dan berkata “semua buku Salaf adalah syirik dan kita seharusnya tidak membacanya.” Dia adalah orang yang menulis semua buku-buku Abu Mansur Al-Maturidi setelah itu.
Inilah sejarah singkat dari golongan Al-Maturidiah, darimana mereka datang dan bagaimana mereka berkembang. Penting untuk menggambarkan awal mula mereka. Karena kekacauan dari aqidah mereka tersebar luas di dunia hingga saat ini. Kita seharusnya mencatat bahwa dasar dari semua argumen mereka diawali dengan rasio/akal dan tidak didasarkan atas standar Islam dan sahabat Muhammad saw. Ahlul Sunnah Wal Jama’ah tidak menyimpang dari jalan sahabat Muhammad saw, baik dalam aqidah atau fiqh. Pemahaman inilah yang tidak ada (tidak ditemukan) di Al-Maturidiah.

C. SISTEM PEMIKIRAN AL-MATURIDI
Untuk mengetahui sistem pemikiran Al-Maturidi, kita tidak bisa meninggalkan pikiran-pikiran Al-Asy’ari dan aliran Mu’tazilah, sebab ia tidak bisa terlepas dari suasana masanya. Baik Al-Asy’ari maupun Al-Maturidi kedua-duanya hidup semasa dan mempunyai tujuan yang sama, yaitu membendung dan melawan aliran Mu’tazilah. Perbedaannya adalah kalau Asy’ari menghadapi negeri kelahiran aliran Mu’tazilah yaitu Basrah dan Irak pada umumnya, maka Al-Maturidi menghadapi aliran Mu’tazilah negerinya, yaitu Samarkand dan Irak pada umumnya, sebagai cabang atau kelanjutan aliran Mu’tazilah Basrah dan yang mengulang-ulang pendapatnya.
Meskipun pendapat-pendapat Al-Asy’ari dan Al-Maturidi sering-sering berdekatan, karena persamaan lawan yang dihadapinya, namun perbedaan-perbedaannya masih selalu ada. Menurut Syekh M. Abduh, perbedaan antara keduanya tidak besar, kurang lebih hanya dalam 10 masalah, yang bersifat perbedaan kata-kata. Orang lain mengumpulkan perbedaan-perbedaan itu sehingga mencapai jumlah 40 masalah.
Menurut Ahmad Amin masalah yang menjadi perbedaan tersebut tidak penting (prinsipil), seperti: Apakah sifat “baqa” itu sifat wujud atau bukan, “Wujud” itu hakekat Zat atau bukan, Bagaimana hakekat iman dan apa bisa bertambah atau berkurang. Arti “qadha” dan “qadar”, Iman kepada Tuhan wajib dengan akal atau tidak, Apakah jenis lelaki menjadi syarat kenabian atau tidak.
Perbedaan-perbedaan itu bisa kita dapati setelah memperbandingkan buku-buku Ilmu Kalam menurut aliran Asy’ariyah dengan buku-buku aliran Maturidiah, seperti “Al-‘Aqidun Nasafiah” karangan Najm al-Din An-Nasafi.
Boleh jadi perbedaan yang tidak begitu banyak ada pertaliannya dengan perbedaan dasar-dasar mazhab Syafi’i yang dianut oleh imam Al-Asy’ari dan dasar-dasar mazhab Abu Hanifah yang dianut oleh Al-Maturidi. Karena itu kebanyakan pengikut Al-Maturidi terdiri dari orang-orang mazhab Hanafi, sedang pengikut aliran Asy’ariah terdiri dari orang-orang mazhab Syafi’i.
Berbeda dengan pendapat Syekh M. Abduh dan Ahmad Amin, maka Syekh Abu Zahrah mengatakan bahwa perbedaan antara Al-Asy’ari dan Al-Maturidi sebenarnya lebih jauh lagi, baik dalam cara berfikir maupun dalam hasil-hasil pemikirannya, karena Al-Maturidi memberikan kekuasaan yang luas kepada akal lebih dari pada yang diberikan oleh Al-Asy’ari. Untuk jelasnya di bawah ini disebukan pendapat-pendapat Al-Maturidi.

D. PEMIKIRAN-PEMIKIRAN AL-MATURIDI
1. Teori KeTuhanan Menurut Aliran Maturidiah
Para pengikut aliran Maturidiah, seperti halnya orang-orang Asy’ariah, memegang teguh teks-teks agama –al-Ma’sur, karena seperti halnya orang-orang Asy’ariah mereka adalah kaum salaf. Mereka memberikan ruang gerak –tempat mereka memperluas cakrawala pemikiran- kepada akal, tetapi secara global mereka lebih dekat kepada kaum Asy’ariah dibandingkan kepada Mu’tazilah. Sebagai contoh, mengenai problematika keTuhanan, mereka meneguhkan bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang berbeda dari segala yang temporal. Jadi, Allah Maha Mengetahui karena sesuatu ilmu yang tidak seperti ilmu-ilmu (yang selama ini dikenal pada ilmu makhluk), juga Maha Kuasa karena sesuatu kekuasaan tetapi tidak seperti kekuasaan (makhluk).
Kalam Allah adalah eternal, qadim. Kalam ini merupakan sifat yang ada pada Zat Allah, bukan merupakan jenis huruf maupun suara yang temporal dan makhluk itu. Ini memberikan kesempatan untuk membedakan al-Kalam al-Nafsi (Sifat Maha Beriman yang ada pada Allah) dan al-Kalam al-Lafzi (bicara dengan kata-kata).
Al-Maturidi berpendapat bahwa melihat Allah adalah hak dan harus tanpa bagaimana (bisa digambarkan bagaimana caranya), tidak berhadapan maupun membelakangi, tidak terang maupun gelap. Masalah Allah berada di ‘Arsy (singgasana) dan Istiwa’ (duduk di singgasana) yang memang disebutkan dalam teks-teks agama, pengertiannya ia diserahkan kepada Allah atau ia takwilkan bahwa itu menunjukkan ke Maha Agungan. Dari sini jelas bahwa pendukung aliran Maturidiah sependapat dengan kaum Asy’ariah mengenai unsur-unsur raisi (fundamental) yang melandasi teori keTuhanan, tetapi mereka berbeda pendapat mengenai masalah-masalah lain yang bersifat cabang –yang oleh para analis diangkat hingga menjadi sekitar 20-an. Disini penulis cukup menyebutkan empat saja yang berhubungan dengan problematika keTuhanan. Sebagai misal, kaum Asy’ariah menganggap sifat baqa (Maha Kekal) sebagai sifat tambahan bagi Zat (Allah), sementara kaum Maturidiah menolak sifat ini –sebagaimana sifat ini ditolak oleh sebagian kaum Asy’ariah semisal Imam al-Haramain dan Fakhr al-Razi, dan mereka berpendapat bahwa al-Baqa itu adalah kenyataan adanya Zat di dalam zaman bukan sesuatu yang ditambahkan pada zat. Sifat-sifat al-Ma’ani yang dikenal sebagai sifat yang ada pada Zat itu, oleh kaum Maturidiaj ditambah dengan satu sifat lagi yakni, sifat al-Takwin (Maha Pencipta) yang mereka dasarkan pada firman Allah swt:
          
Artinya: “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.”
Al-Takwin berarti menciptakan dari tiada. Mereka, dari satu sisi, membedakan al-Takwin ini dari al-Qudrah (Maha Kuasa) bahwa al-Takwin adalah pelaksanaan (tanfiz) dan aksi (fi’l), sedangkan al-Qudrah adalah sifat yang memungkinkan aksi (al-fi’l) dan tidak berbuat (al-Tark). Jelas bahwa pembedaan ini bersifat lafziah (semata). Kaum Asy’ariah menolak sifat yang baru ini, dan mereka berpendapat bahwa sifat al-Qudrah (Maha Kuasa) sudah mencakup pengertian al-Takwin. Kaum Asy’ariah dan Maturidiah sepakat bahwa melihat Allah adalah sesuatu yang mungkin, Allah bisa dilihat, dalam hal ini kaum Maturudiah hanya berlandaskan pada ajaran agama, al-Sam’. Mereka didukung oleh Fakhr salah seorang penganut aliran Asy’ariah yang menetapkan bahwa akal tidak mampu mendatangkan bukti bahwa Allah bisa dilihat. Akhirnya, kaum Asy’ariah berbeda pendapat dari kaum Maturidiah dalam masalah apakah firman Allah itu bisa atau tidak bisa didengar. Untuk itu al-Asy’ariah memilih (jawaban) bahwa segala yang ada –sebagaimana bisa dilihat- juga bisa didengar. Sebaliknya al-Maturidiah mengatakan bahwa firman Allah sama sekali tidak bisa didengar yang langkahnya ini diikuti oleh seorang tokoh besar dari kalangan Asy’ariah yakni, Abu Ishaq al-Isfirayini (418 H/1027 M).
Kaum Maturidiah menggambarkan teori keTuhanan sedemikian rupa yang bertujuan meng-Esa-kan dan menyucikan (Allah), seperti yang dilakukan oleh kaum Asy’ariah walaupun mereka berbeda pendapat mengenai sebagian masalah detail dan partikular. Mereka meneguhkan sifat-sifat zatiah –seperti Maha Mengetahui, Maha Kuasa, Maha Berkehendak dan sebagainya yang oleh Allah dijadikan sifat diri-Nya. Mereka berpendapat bahwa sifat-sifat ini adalah pengertian-pengertian yang qadim (eternal) dan ada bersama dengan Zat Allah swt. Tetapi sifat-sifat ini “bukanlah Zat-Nya maupun yang bukan Zat-Nya”. Mereka menyucikan Allah dari dimensi (berada di) suatu ruang, zaman dan kebuTuhan, dengan cara menyerahkan kepada Allah pengertian dari teks-teks agama yang menyebutkan hal itu, atau mereka takwilkan yang bisa diterima. Terkadang mereka lebih kuat memegangi teks-teks agama dibandingkan kaum Asy’ariah, sebagaimana yang mereka lakukan dalam mengemukakan masalah (prinsip) al-Takwin dan pembuktian bahwa Allah itu bisa dilihat, sehingga mereka tampak lebih dekat kepada kaum salaf dibandingkan kaum Asy’ariah. Betapapun adanya, yang lelas jurang perbedaan antara dua sudut pandang ini amat sempit, karena mereka semua adalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah. Sebagai bukti ialah bahwa sebagian tokoh besar kaum Maturidiah menganut pandangan-pandangan aliran al-Asy’ariah. Dugaan terkuat mengatakan bawhwa perbedaan pendapat dalam masalah fiqh-lah yang mengangkat kepermukaan perbedaan teologis, sebab banyak sekali terjadi perbedaan pendapat dan perbedaan di seputar masalah-masalah hukum antar sesama ahli Fiqh. Perdebatan ini berkembang di saat ketajaman perdebatan mengenai masalh-masalah teologis sudah menurun. Tidak jadi soal jika kaum Asy’ariah mendominasi dan menggantikan kedudukan kaum Maturidiah bahkan dikalangan para penganut Imam Hanafi sendiri.

2. Kewajiban Mengetahui Tuhan
Menurut Al-Maturidi akal bisa mwngetahui kewajiban untuk mengetahui Tuhan, seperti yang diperintahkan oleh Tuhan dalam ayat-ayat Al-Qur’an untuk menyelidiki (memperhatikan) alam, langit, dan bumi. Akan tetapi meskipun akal semata-mata sanggup mengetahui Tuhan, namun ia tidak sanggup mengetahui dengan sendirinya hukum-hukum taklifi (perintah-perintah Tuhan), dan pendapat terakhir ini berasal dari Abu Hanifah.
Pendapat Al-Maturidi tersebut mirip dengan pendirian aliran Mu’tazilah. Hanya perbedaannya ialah kalau aliran Mu’tazilah mengatakan bahwa pengetahuan Tuhan itu diwajibkan oleh akal (artinya akal yang mewajibkan), maka menurut Al-Matudi, meskipun kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui akal, tetapi kewajiban itu sendiri datangnya dari Tuhan.

3. Kebaikan dan Keburukan Menurut Akal
Al-Maturidi (juga golongan Maturidiah) mengakui adanya keburukan obyektif (yang terdapat pada sesuatu perbuatan itu sendiri) dan akal bisa mengetahui kebaikan dan keburukan sebagai suatu perbuatan. Seolah-olah mereka membagi sesuatu (perbuatan-perbuatan) kepada tiga bagian, yaitu sebagian yang dapat diketahui kebaikannya dengan akal semata-mata, sebagian yang tidak dapat diketahui keburukannya dengan akal semata-mata dan sebagian lagi yang tidak jelas kebaikan dan keburukannya bagi akal. Kebaikan dan keburukan bagian terakhir ini hanya bisa diketahui dengan melalui syara’.
Aliran Mu’tazilah juga mempunyai pembagian yang sama seperti yang dikutip dari al-Jubaai, dimana ia mengatakan bahwa apa yang diketahui kebaikannya oleh akal, harus dikerjakan berdasarkan perintah akal dan yang diketahui keburukannya harus ditinggalkan menurut keharusan akal. Al-Maturidi tidak mengikuti pendapat aliran Mu’tazilah tersebut, tetapi mengikuti pendapat Abu Hanifah, yaitu bahwa meskipun akal sanggup mengetahui, namun kewajiban itu datangnya dari syara’, karena akal semata-mata tidak dapat bertindak sendiri dalam kewajiban-kewajiban agama, sebab yang mempunyai taklif (mengeluarkan perintah-perintah agama) hanya Tuhan sendiri.
Pendapat Al-Maturidi tersebut tidak sesuai dengan pendapat al-Asy’ari yang mengatkan bahwa sesuatu tidak mempunyai kebaikan atau keburukan obyektif (zati) melainkan kebaikan itu ada (terdapat) karena adanya perintah syara’ dan keburukan itu ada karena ada larangan syara’. Jadi kebaikan dan keburukan itu tergantung kepada Tuhan. Dengan demikian, ternyata bahwa pikiran-pikiran al-Maturidi berada di tengah-tengah antara pendapat aliran Mu’tazilah dan aliran Asy’ariah.

4. Hikmat dan Tujuan Perbuatan Tuhan
Menurut aliran Asy’ariah, segala perbuatan Tuhan tidak bisa ditanyakan mengapa, artinya bukan karena hikmah atau tujuan, sedang menurut aliran Mu’tazilah sebaliknya, karena menurut mereka Tuhan tidak mungkin mengerjakan sesuatu yang tidak ada gunanya. Kelanjutannya ialah bahwa Tuhan harus (wajib) memperbuat yang baik dan terbaik.
Menurut al-Maturidi, memang benar perbuatan Tuhan mengandung kebijaksanaan (hikmah), baik dalam ciptaan-ciptaannya maupun dalam perintah dan larangan-larangan-Nya (taklifi), tetapi perbuatan Tuhan tersebut tidak karena paksaan (dipaksa). Karena itu tidak bisa dikatakan wajib, karena kewajiaban itu mengandung suatu perlawanan dengan iradah-Nya.
Sebenarnya perbedaan antara al-Maturidi dengan aliran Mu’tazilah hanya perbedaan kata-kata (istilah) sekitar penggunaan perkataan “wajib”, sedang inti persoalannya sama, yaitu bahwa kedua-duanya mengakui adanya tujuan pada perbuatan Tuhan.

5. Akal dan Wahyu
Al-Maturidi mengatakan “kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari yang buruk, akal mempunyai kemampuan mengetahui ketiga hal lainnya, yaitu yang menjadi sumber pengetahuan manusia tentang Tuhan, tentang kewajiban berterima kasih kepada Tuhan dan tentang apa yang baik dan apa yang buruk.”
Al-Bazdawi mengatakan bahwa “Percaya kepada Tuhan dan berterima kasih kepada-Nya sebelum adanya wahyu adalah wajib dalam faham Mu’tazilah.. al-Syaikh Abu Mansur al-Maturidi dalam hal ini sepaham dengan Mu’tazilah, demikian juga umumnya ulama Samarkand dan sebagian ulama Irak.”
Abu Uzbah mengatakan: ....”tetapi Abu Mansur al-Maturidi berpendapat bahwa anak yang telah berakal berkewajiban mengetahui Tuhan. Dalam hal ini tidak terdapat perbedaan antara Maturidiah dan Mu’tazilah.

6. Kebebasan Berkehendak dan Predestinasi
Menurut al-Maturidi manusia itu adalah pelaku yang bebas memilih dalam arti yang sebenarnya. Masing-masing orang diantara kita tahu bahwa dirinya adalah bebas memilih apa yang dilakukannya; ia adalah pelaku yang kasib (punya kasab), karena perbuatan manusia itu merupakan ‘karya bersama’ manusia dengan Tuhan, Allah yang menciptakan dan manusia yang mengkasabnya. Semua ini tentunya merupakan pangkal dari perbuatan-perbuatan ikhtiariah, sedangkan perbuatan-perbuatan individual berasal dari Allah semata.
Berdasarkan penalaran demikian, al-Maturidi tidak menolak-balikan dari Mu’tazilah-jika satu qudrat i berkumpul pada dua maqdur, karena aspeknya berbeda, qudrat Allah mencipta sedangkan qudrat manusia meng-kasab. Menurut al-Maturidi, kasab berarti kesengajaan (al-Qasd) dan ikhtiar, karena kasab merupakan proses (amal) positif yang mendahului aksi, berbeda dari kasab al-Asy’ari yang semata-mata kebersamaan (musabahah) qudrat hadisah (kemampuan temporal) dengan maqdur, karena kasab di sini merupakan persoalan negatif terjadi bersama dengan aksi tidak mendahuluinya.
Menurut al-Maturidiah al-Qasd (unsur kesengajaan) merupakan salah satu unsur penting bagi kebebasan kehendak. Al-Qasd merupakan pangkal bagi taklif (perintah agama), prinsip bagi pahala dan dosa, juga pujian dan celaan. “Perbuatan-perbuatan itu tergantung pada niat. Hasil yang diperoleh oleh masing-masing orang tergantung pada niatnya”. Seseorang berniat melakukan perbuatan baik, maka Allah pun menciptakan qudrat pada dirinya agar bisa melakukannya, dan berhak menerima pahala karena niatnya itu. Atau ia berniat melakukan perbuatan jelek, maka Allah pun menciptakan qudrat pada dirinya agar bisa melakukannya, dan ia berdosa karena niatnya itu. Sebab, al-Qasd murni tetapi merupakan amal manusia. Memang al-Qasd merupakan amal hati, tetapi mengakibatkan pengaruh-pengaruh eksternal. Perbuatan itu sendiri tidakmengkonsekuensikan pahala dan dosa, dengan bukti bahwa orang yang tidak memiliki al-Qasd tidak terkena taklif seperti anak kecil dan orang yang sedang tidur. Perbuatan itu sendiri baik jika dimaksudkan untuk melakukan kebaikan, sebaliknya menjadi perbuatan buruk jika dimaksudkan untuk melakukan kejelekan. “Oleh sebab itu, barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya, barangsipa hijrahnya kepada dunia atau wanita, maka ia akan mendapatkannya atau menikahinya, karena hijrahnya tergantung apa yang ia tuju”.
Al-Qasd harus disertai dengan kemampuan untuk berbuat, yang disebut istita’ah itu. Al-Maturidi telah merinci masalah ini, dengan menjelaskan pula hakikat dan sumbernya. Menurutnya Istita’ah ada dua macam. Pertama, istita’ah Mumkinah (kemampuan yang mungkin), yang berarti keselamatan sebab, alat dan anggota tubuh yang kesemuanya merupakan pemberian dari Allah yang berfungsi membantu seseorang untuk melakukan perbuatan. Ia harus ada sebelum seseorang melakukan perbuatan, tidak ada taklif tanpa istita’ah ini. Oleh sebab itu, seorang muslim tidak harus menunaikan ibadah haji misalnya tanpa terpenuhinya faktor finansial dan kesehatan. Kedua, Istita’ah Muyassirah (kemampuan yang memudahkan), yaitu qudrat hadisah (kemampuan temporal) yang menyebabkan manusia bisa berbuat. Qudrat ini diberikan oleh Allah ketika ia berniat melakukan suatu perbuatan, karena qudrat ini bersamaan dengan aksi tetapi juga selalu baru dan setiap aksi ada qudratnya sendiri. Jadi, ada istita’ah yang mendahului perbuatan dan ada pula yang bersamaan dengan perbuatan. Dengan demikian berarti dari satu sisi al-Maturidi mengambil dari Mu’tazilah dan dari sisi lain mengambil pendapat orang-orang Asy’ariah. Dari sisi lain, ia tidak bisa menerima pendapat orang-orang Asy’ariah yang mengatakan bahwa Allah akan mentaklif perbuatan yang manusia tidak sanggup melakukannya, karena mentaklif orang yang tidak mampu (‘ajiz) keluar dari ketentuan hikmah. Ia mengkritik argumentasi yang mereka pergunakan untuk mendukung prinsip-prinsip itu. Ia juga mengkritik pendapat yang mengatakan bahwa qudrat tidak bisa ditetapkan pada dua hal yang bertentangan, dengan alasan bahwa qudrat itu merupakan kesiapan untuk berbuat atau tidak berbuat. Penggerak bagi qudrat adalah melakukanperbuatan taat karena merespon perintah Allah, atau melakukan maksud karena menyalahi perintah-Nya.

7. Hakekat Iman
Faham Maturidiah Samarkand, sebagian dijelaskan oleh al-Maturidi, Iman adalah tasdiq, bukan lisan. Dan tasdiq ini sebagai hasil daru ma’rifah. Tasdiq hasil ma’rifah adalah tasdiq yang dihasilkan lewat penjelajahan akal, tidak semata-mata berdasarkan pendengaran. Al-Maturidi menampilkan dalil :
   •                        •    
Artinya: “Orang-orang Arab Badwi itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah: "Kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Ayat ini menunjukan – demikian al-Maturidi sebagai penegasan bahwa iman itu tidak cukup hanya dengan perkataan semata, sementara hati tidak beriman. Yang diucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal apabila hati tidak mengakui apa yang diucapkan.
Konsep iman bagi al-Maturidi, meski bermakna lebih dari tasdiq, karena memberi tempat bagi akal untuk dapat sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan. Jadi iman dengan pemahaman akal yang kuat atas dasar konsep al-Muttaridi akan membuat iman tidak mudah tersisih. Iman dalam faham al-Maturidi, memperlihatkan segi-segi persamaan dengan konsep iman yang terdapat dalam pemikiran rasional.

8. Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan menurut al-Maturidi, dibatasi oleh kemerdekaan dalam kemauan dan perbuatan yang ada pada manusia, keadaan Tuhan yang tidak menjatuhkan sewenang-wenang, serta keadaan hukuman Tuhan yang mesti terjadi. Untuk mendukung pandangan ini al-Maturidi menunjuk dalil :
     •          
Artinya: “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.”
Ayat ini berkesimpulan bahwa Tuhan sebenarnya berkuasa membuat manusia menjadi beriman, atau menjadikan manusia berada dalam peyunjuk-Nya. Namun Tuhan tidak melakukannya, karena adanya kemerdekaan dalam kemauan dan perbuatan yang memang terdapat pada manusia.
Mengenai dosa besar yang dilakukan oleh mukmin, menurut al-Maturidi bahwa orang berdosa besar masih tetap mikmin dan soal dosa besarnya akan ditentukan Tuhan kelak di akhirat. Faham ini berarti menolak posisi diantara dua posisi.

9. Keadilan Tuhan
Menurut al-Maturidi, Tuhan tidak akan memberikan balasan jahat, kecuali dengan balasan yang seimbang dengan kejahatan yang dilakukannya, karena Tuhan tidak akan menganiaya manusia dan tidak akan mengingkari janji-Nya. dan inilah makna keadilan bagi al-Maturidi, karena sesungguhnya Tuhan tidak menghandaki lalim dan buruk.
Dalil yang diajukan oleh Al-Qur’an:
 •  ••           
Artinya: "Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Engkau mengumpulkan manusia untuk (menerima pembalasan pada) hari yang tak ada keraguan padanya". Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.”
Jadi menurutnya perbuatan manusia bukanlah perbuatan Tuhan, tetapi perbuatan manusia sendiri. Manusia dihukum atas perbuatan yang dikehendakinya atau dilakukannya.

10. Perbuatan-Perbuatan Tuhan
Menurut al-Maturidi, yang memberikan batas kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, ia berpendapat bahwa : “Perbuatan Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja. Dengan demikian Tuhan mempunyai kewajiban melakukan yang baik bagi manusia.” Tegasnya, Tuhan tidak melakukan hal-hal yang buruk, karena Tuhan tidaklah berbuat lalim.
Menyoroti tentang beban diluar kemampuan manusia, al-Maturidi mengemukakan bahwa Tuhan, berdasarkan Al-Qur’an tidak membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban yang tak dapat dipikul. Karena bertentangan dengan keadilan Tuhan. Tuhan bersifat tidak adil, kalau ia memberikan beban yang lebih berat pada manusia.

11. Sifat-Sifat Tuhan
Faham al-Maturidiah pada garis besarnya menggambarkan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat (the attributes of God) yang berbeda dengan hawadis (baharu). Tuhan mengetahui dengan ‘ilm (pengetahuan), tetapi pengetahuan Tuhan bukanlah Zat-Nya (the essence of God). Namun pribadi al-Maturidi sendiri mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan tetapi tidak pula lain dari Tuhan.
Persoalan menyangkut sifat-sifat Tuhan adalah apakah ayat-ayat Al-Qur’an yang menggambarkan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani (anthropomorphisme) diartikan secara literal atau majazi. Masalah ini bertolak dari beberapa ayat Al-Qur’an, antara lain : ‘Ain (mata) dalam surat Taha, 39. Wajh (wajah) dalam surat al-Qasas, 88. Yad (tangan) dalam surat Sad,75 dan lain-lain, yang dalam pengertian ilmu Tafsir disebut ayat-ayat Mutasyabihat.
Al-Maturidi mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan ‘ain, wajh dan yad adalah kekuasaan Tuhan. Tuhan tidak mampu menyamai badan. Manusia berhajat pada anggota badan karena tanpa badan manusia lemah. Sedang Tuhan, tanpa anggota badan Ia tetap Maha Kuasa.
Mengenai Kalam Allah (Al-Qur’an), apakah diciptakan atau Qadim, al-Maturidi mengatakan : Al-Qur’an adalah sifat kekal dari Tuhan, sifat yang berhubungan dengan Zat Tuhan dan dengan demikian juga Qadim. Kalamullah tidak tersusun dari huruf-huruf dan kalimat sebab huruf dan kalimat, sebab huruf dan kalimat diciptakan.
Konsep al-Maturidi tentang Al-Qur’an itu menunjukkan bahwa Kalamullah dikatakan bukan dari jenis huruf atau suara dan bukan diciptakan, tetapi mempunyai makna yang abstrak. Yang tersusun dari huruf-huruf dan suara-suara itu adalah arti kiasan.
Menyinggung masalah “melihat Tuhan” (ru’yatullah) dalam kaitan, apakah Allah dapat dilihat dengan mata manusia atau tidak diakhirat. Al-Maturidi menjawab bahwa melihat Allah merupakan hal yang mesti dan benar, namun tidak bisa digambarkan bagaimana melihat Tuhan, karena bertolak dari anggapan bahwa Tuhan dapat dilihat karena ia mempunyai wujud.
Salah satu dalil yang ditampilkan oleh al-Maturidi adalah :
       
Artinya: “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.”

Dengan pengertian ayat, memberi informasi yang jelas bahwa kelak manusia dapat melihat Tuhan. Pandangan al-Muturidi ini, erat kaitannya dengan sifat wujud tadi, walaupun tidak mempunyai bentuk dan tidak mengambil tempat. Keadaan melihat Tuhan dalam pandangan ini adalah tidak mustahil dan akan terjadi di akhirat.

E. KESIMPULAN
Al-Maturidi yang lahir di Samarkand, membangun faham teologinya sebagai jawaban atas aliran Mu’tazilah yang rasioanal, sungguhpun al-Maturidi sendiri lebih banyak memberi peluang bagi akal yang berkisar soal-soal Kalam, sehingga mendekati pemikiran rasional.
Popularitas al-Maturidi ketika hidupnya, tidak sekaliber al-Asy’ari maupun Wasil ibn ‘Ata’. Karena al-Maturidi tidak memiliki murid-murid yang langsung mengembangkan faham teologinya. Sedangkan al-Bazdawi muncul di Bukhara, dengan jarak waktu yang cukup lama setelah al-Maturidi wafat.
Antara pengikut – dalam hal ini al-Bazdawi, dengan imamnya yang berlainan tempat, dalam beberapa segi, terdapat pembedaan faham. Pemikiran teologi al-Maturidi yang berada di Samarkand lebih bersifat rasional dalam memahami soal-soal Kalam, sebagai terlihat dalam pemikiran al-Maturidi.
Berikut ini adalah pembahasan mengenai al-Bazdawi.


AL-MATURIDIAH
Al-Bazdawi dan Pemikiran-Pemikirannya
Oleh: H. Benny Fitra, B.Ed

A. PENDAHULUAN
Al-Maturidiah salah satu dari dua pilar Ahli Sunnah Wal Jamaah yang telah banyak berperan dalam dunia Theologi dan sumbangannya memperkaya Khazanah Ilmu Kalam. Aliran Theologi ini banyak dianut oleh umat Islam yang memakai mazhab Hanafi.
Aliran ini dinisbahkan kepada pendiri utamanya Muhammad ibn Muhammad Abu Mansur Al-Maturidi lahir di Mutarid sebuah kota kecil di Samarkand (termasuk daerah Uzbekistan Soviet sekarang) kurang lebih pada pertengahan abad ketiga Hijrah dan meninggal di Samarkand pada tahun 332 H.
Literatur mengenai ajaran-ajaran Abu Mansur dan aliran Maturidiah tidak sebanyak literatur mengenai sejarah Asy’ariah. Karangan Maturidi sendiri masih belum banyak dicetak, keterangan-keterangan mengenai pendapat-pendapat Al-Maturiah dapat diperoleh lebih lanjut dari buku-buku yang dikarang oleh pengikutnya. Salah satu pengikut penting Maturidi adalah Al-Bazdawi yang menjadi kajian selanjutnya disamping itu dibahas pula pemikiran-pemikiran teologinya.

Al-Bazdawi
Al- Bazdawi dikenal sebagai tokoh aliran Al-Maturidiah yang dilahirkan dikota Bazdah pada tahun 421 H, termasuk wilayah Turkistan. Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Muhammad ibn al-Husain ibn Abdu Al-Karim.
Al-Bazdawi dikenal juga dengan nama Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi. Neneknya adalah murid dari Al-Maturidi, dan al-Bazdawi mengetahui ajaran-ajaran al-Maturidi dari orang tuanya. Beliau tidak pula selamanya sepaham dengan al-Maturidi, mangakibatkan antara kedua pemuka aliran Maturiah ini terjadi perdebatan faham sehingga dalam aliran ini terdapat dua golongan: golongan Samarkand yaitu pengikut al-Maturidi sendiri dan golongan Bukhara yaitu pengikut al-Bazdawi. Kalau golongan Samarkand mempunyai faham yang lebih dekat kepada faham Mu’tazilah, golongan Bukhara mempunyai pendapat yang lebih dekat kepada pendapat al-Asy’ari.
Dalam bidang fiqh al-Bazdawi merupakan pendukung mazhab Hanafi dan karena keluasan ilmunya ia sempat diangkat menjadi qadhi di Samarkand. Selain ilmu Kalam dan Fiqh al-Bazdawi juga ahli dalam bidang Tafsir dan Hadist. Dia mempunyai murid dan seorang dari mereka adalah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi.

B. PEMIKIRAN TEOLOGI AL-BAZDAWI
Al-Bazdawi sebagai pengembang aliran Maturidiah Bukhara tetap menjadikan paham ahlu al-sunnah untuk landasan theologinya, dan sistem yang dipakainya hampir serupa dengan Abu Mansur al-Maturidi. Pengaruh besar Maturidi yang diikuti al-Bazdawi disebabkan neneknya adalah murid Maturidi. Dari segi umur, al-Bazdawi lahir setelah hampir lima puluh tahun setelah al-Maturidi meninggal.
Kecemerlangan pemikiran al-Bazdawi tampak dari sikapnya yang tidak hanya mengikuti suatu pendapat demikian saja, beliau sangat kritis dalam menerima suatu ajaran. Lebih jauh dapat dilihat bahwa al-Bazdawi bukan hanya tidak sependapat dengan Mu’tazilah dan Asy’ariah, tetapi juga menyatakan keberatannya terhadap beberapa masalah dalam aliran theologi al-Maturidiah. Dia seorang pemuka al-Maturidiah, tetapi keberaniannya dalam mengemukakan pandangan menyebabkan al-Maturidiah terbelah dua.
Al-Bazdawi berbeda pemikiran dengan aliran theologi lainnya pada beberapa masalah diantaranya masalah akal dan wahyu, perbuatan manusia, kehendak Tuhan, keadilan Tuhan dan lain-lain.

C. PEMIKIRAN-PEMIKIRAN AL-BAZDAWI
1. Akal dan Wahyu
Akal dan wahyu menjadi persoalan yang menimbulkan perbedaan pendapat para ahli teologi. Dalam hal ini dipertanyakan sejauh mana peranan wahyu dan akal dalam mengenal Tuhan, kabaikan dan kejahatan. Dengan kata lain, dapatkah Tuhan diketahui dengan akal? Dan bila dapat sanggupkah akal mengetahui kewajiban berterimakasih kepada-Nya? Dapat pulakah akal mengetahui apa yang baik dan yang buruk serta dapatkah akal mengetahui wajib bagi manusia berbuat baik dan menjauhkan perbuatan yang tidak baik?
Pemikiran al-Bazdawi dalam hal ini, akal dapat mengetahui adanya Tuhan dan dapat mengetahui kebaikan dan kejahatan. Adapun kewajiban kepada Tuhan dan kewajiban manusia berbuat baik serta meninggalkan yang jahat, hanya dapat diketahui melalui wahyu.
Pandangan al-Bazdawi diatas menunjukan, sekiranya empat persoalan tersebut diukur dengan pertimbangan kemampuan untuk mengetahuinya, maka beliau menilai bahwa dua persoalan dapat diketahui dengan akal tanpa wahyu, dan yang dua lagi hanya bisa diketahui dengan wahyu. Karena itu akal hanya mampu mengetahui 50% dari persoalan diatas. Dalam hal ini dapat dipahami bahwa akal dalam pandangan al-Bazdawi tidaklah mutlak seperti yang dipahami al-Mu’tazilah dan al-Bazdawi lebih maju dalam menggunakan akal dari pada Asy’ariah, tetapi tidak pula sampai serasional al-Maturidiah Samarkand.
Al-Bazdawi berprinsip tidak wajib percaya pada adanya Tuhan dan mendustai wujud Tuhan tidak berdosa sebelum didatangkan Rasul. Mengenai ayat 134 surat Thaha yang berbunyi :
                   
Artinya: “Sekiranya Kami binasakan mereka dengan suatu azab sebelum Al Quran itu (diturunkan), tentulah mereka berkata: "Ya Tuhan Kami, mengapa tidak Engkau utus seorang Rasul kepada Kami, lalu Kami mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum Kami menjadi hina dan rendah?"
Komentar al-Bazdawi tentang ayat ini, bahwa kewajiban-kewajiban tidak ada sebelum pengiriman rasul-rasul dan dengan demikian percaya kepada Tuhan sebelum turunnya wahyu tidaklah wajib. Lebih lanjut al-Bazdawi mengatakan, kewajiban hanya ditentukan oleh Tuhan dan ketentuan Tuhan tersebut tidak dapat diketahui kecuali melalui wahyu.
Dalam hal ini terlihat bahwa dalam pandangan al-Bazdawi wahyu cukup dominan. Al-Maturidiah Bukhara ini menilai bahwa wahyulah yang menentukan kewajiban bagi manusia untuk berterimakasih kepada Tuhan, dan wahyu pulalah yang bisa menetapkan orang berbuat baik serta meninggalkan yang buruk.
Kemudian timbul masalah mengenai kesanggupan manusia tentang penggunaan akal dalam menghadapi berbagai persoalan kekuatan akal akan mampu mengantar manusia untuk menundukan kekuatan lain, dan bertambah rendah kekuatan akal maka bertambah lemah pula kesanggupan menghadapi kekuatan tersebut. Dalam hal ini Harun Nasution menempatkan Mu’tazilah Samarkand sebagai manusia kuat, dewasa dan dapat berdiri sendiri, sedangkan Maturidiah Bukhara dan al-Asy’ariah sebagai manusia lemah, belum dewasa dan masih bergantung kepada orang lain.

2. Keadilan Tuhan
Al-Bazdawi mengatakan Tuhan bisa saja memikulkan ke atas pundak manusia kewajiban-kewajiban yang tidak sanggup di kerjakannya. Selanjutnya Abu al-Yusr berpendapat bahwa Tuhan juga tidak wajib mengirimkan Rasul-rasul-Nya kepada manusia untuk membawa petunjuk-Nya.
Pandangan Maturidiah Bukhara dalam masalah ini berkaitan erat dengan keadilan Tuhan. Al-Bazdawi tidak menyetujui prinsip Mu’tazilah yang mengatakan Tuhan wajib berlaku adil bagaikan seorang raja konstitusional yang harus berbuat menurut aturan yang diciptakannya sendiri. Dia berpendapat sama dengan Al-Asy’ariah, bahwa Tuhan tetap dinilai adil atau tidak zhalim, meskipun ia berbuat sekehendak hatinya. Konsep masyiah dan ridha menjadi semacam argumentasi bagi kelompok Maturidiah ini dalam mengemukakan pendapatnya. Menurutnya, tidak ada tujuan yang mendorong Tuhan untuk menciptakan kosmos ini. Tuhan bersifat bijaksana tidaklah mengandung arti bahwa dibalik perbuatan-perbuatan Tuhan terdapat hikmah-hikmah. Dengan kata lain, al-Bazdawi berpendapat bahwa alam tidak di ciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia.
Tuhan akan menepati janjinya, baik berupa nikmat maupun siksaan. Tuhan tidak mungkin melanggar janjinya untuk memberikan upah kepada orang yang berbuat baik. Akan tetapi bukan tidak mungkin Tuhan membatalkan ancaman hukuman kepada orang yang berbuat jahat.
Keadilan dalam faham al-Bazdawi seperti keadilan raja absolut yang memberi hukuman menurut kehendak mutlak, tidak terkait pada suatu kekuasaan, kecuali kekuatannya sendiri.

3. Sifat-Sifat Tuhan
Perbedaan pendapat yang tajam antara Mu’tazilah dan al-Asy’ariah mengenai sifat-sifat Tuhan. Mu’tazilah menyatakan Tuhan tidak punya sifat sedangkan al-Asy’ariah berfaham Tuhan mempunyai sifat, maka Maturidiah Bukhara tampaknya sama dengan pandangan al-Asy’ariah. Sifat mengandung arti tetap, kekal dan kuat. Adanya sifat-sifat yang kekal pada Tuhan adalah sebagai cerminan dari kekuasaan dan kehendak Tuhan secara mutlak. Persoalan banyak yang kekal, golongan Maturidiah Bukhara menyelesaikan dengan mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan kekal melalui kekekalan yang terdapat dalam esensi Tuhan dan bukan melalui kekekalan sifat-sifat itu sendiri.
Dalam persoalan antrophomorpisme Maturidi Bukhara tidak sependapat dengan al-Asy’ari yang menyatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani yang sama denga sifat-sifat jasmani manusia. Tangan Tuhan menurut al-Bazdawi adalah sifat bukan anggota badanya. Sifat ini sama keadaannya dengan sifat-sifat yang lain seperti mengetahui, berkuasa dan berkehendak.
Pemikiran al-Bazdawi tentang melihat Tuhan di akhirat berbeda dengan pendapat Mu’tazilah yang menyatakan Tuhan dapat dilihat, karena Ia bersifat immateri. Seperti al-Asy’ariah, al-Bazdawi mengatakan Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala, bukan dengan mata hati, dalam hal ini al-Bazdawi, mengemukakan Tuhan mempunyai Zat yang berwujud. Setiap yang berwujud dapat dilihat dengan mata, walaupun tidak mengambil tempat dan tidak terbatas.

4. Perbuatan Manusia dan Kehendak Mutlak Tuhan
Kelompok Theologi islam Mu’tazilah dan Maturidiah Samarkand disatu pihak dan Maturidiah Bukhara serta al-Asy’ariah dilain pihak. Maka kelompok terakhir dapat dipandang sebagai penganut paham Jabariah yang menilai manusia tidak mempunyai kebebasan dan kemauan dalam berbuat. Maturidiah Bukhara memandang kemauan manusia sebenarnya kemauan Tuhan.
Hal ini kelihatannya membawa manusia kepada fatalisme. Hanya saja mazhab ini mempunyai faham masyi’ah dan ridha, menurut al-Bazdawi manusia melakukan segala sesuatu, baik yang baik maupun yang buruk atas kehendak Tuhan. Perbuatan baik manusia adalah atas kehendak Tuhan dan keredaan-Nya. Namun sebaliknya, manusia berbuat buruk hanyalah atas kehendak Tuhan, tetapi tidak atas keredhaan-Nya.
Lebih rinci al-Bazdawi menerangkan di dalam perwujudan perbuatan terdapat dua perbuatan, perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. Perbuatan Tuhan merupakan penciptaan perbuatan manusia dan bukan penciptaan daya, dan hal ini disebut maf’ul, sedangkan manusia hanyalah melakukan perbuatan yang diciptakan itu yang disebut fi’il. Pendapat ini menggambarkan bahwa kebebasan manusia kecil sekali. Manusia hanya sebagai pelaku perbuatan yang telah diciptakan Tuhan.
Tentang kehendak Tuhan, al-Bazdawi berpandapat bahwa Tuhan mempunyai kehendak dan kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang disukai-Nya. Karena itu tidak ada suatu tujuan yang mendorong Tuhan untuk menciptakan alam ini. Kebijaksanaan Tuhan tidak berarti ada sesuatu hikmah dibalik perbuatan tersebut. Oleh karena itu al-Bazdawi menilai bahwa alam ini diciptakan untuk kepentingan manusia, konsekwensinya Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun terhadap manusia.

5. Konsep Iman dan Sabda Tuhan
Golongan Maturidiah Bukhara mempunyai kesamaan pendapat dengan Asy’ariah dalam persoalan iman. Iman haruslah berupa tashdiq. Al-Bazdawi memberi batasan bahwa iman adalah menerima dalam hati dan dengan lidah bahwa Tidak ada Tuhan selain Allah dan tidak ada satupun yang serupa dengan-Nya. Sejalan dengan pendapat golongan ini bahwa akal tidak dapat sampai kepada kewajiban mengetahui adanya Tuhan. Iman juga tidak bisa mengambil bentuk ma’rifah (pengenalan) atau amal (berbuat) tetapi harus merupakan tashdiq. Oleh karena itu batasan iman yang diberikan al-Bazdawi adalah menerima dengan hati dan lidah bahwa Tuhan hanyalah Allah yang tidak serupa dengan segala makhluk.
Mengenai Kalam Allah atau tegasnya Al-Qur’an menjadi ajang perselisihan pendapat yang serius dikalangan tokoh Theologi. Dalam hal ini kedua golongan Maturidiah sependapat dengan golongan Asy’ariah bahwa Kalam Allah adalah bersifat kekal (qadim) bersama kekekalan Tuhan disamping juga bersifat satu tidak terbagi, tidak bahasa arab tetapi diucapkan manusia dalam expresi berlainan. Al-Bazdawi selanjutnya mengatakan apa yang tersusun, tertulis atau tersebut dalam Al-Qur’an bukanlah firman Tuhan, tetapi merupakan tanda dari Kalam Tuhan, kalau juga disebut Kalam Tuhan itu merupakan kiasan.

C. KESIMPULAN
Al-Bazdawi adalah seorang tokoh theologi dari golongan Maturidiah; kecerdasan dan kedalaman ilmunya menyebabkan al-Bazdawi mempunyai pemikiran sendiri yang berlainan dengan al-Maturidi sehingga muncul kelompok Maturidiah yang berpengaruh di Bukhara.
Pemikiran al-Bazdawi lebih condong kepada aliran al-Asy’ariah, bila dibandingkan dengan Mu’tazilah. Sedangkan Abu Mansur al-Maturidi sendiri lebih dekat kepada Mu’tazilah dibandingkan dengan Asy’ariah.
Kelompok Maturidiah Bukhara dalam bidang ilmu kalam masih digolongkan kepada Ahli al-Sunnah wa al-Jamaah.


DAFTAR KEPUSTAKAAN


A. Hanafi. Theologi Islam, Bulan Bintang, Cet II, 1977.
----------------------, Pengantar Theology Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, cet kelima, 1992).
Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi, Ushul al-Din, Ed. Hans Peter, Kairo: Isa a- Babi al-Halabi, 1963.
Abu Uzbah, al-Raudah al-Bahiah fima bayn al-Asy’ariah wa al-Maturidiah, (Hydraabad, 1322 H).
Ahmad Amin, Dhuhrul Islam, Jilid IV, An-Nahdhah Al-Misriah, cet I, 1955.
----------------------, Zuhr al-Islam, IV (Mesir: alNahdah, 1964).
Ahmad Athiyatullah, Al-Qamus al-Islami, Jilid I, Kairo: Maktabah al-Nahdah al-Mishriyah, 1383.
Ameer Ali, The Spirit of Islam, (Delhi: Idarah-I Arabiyah-I, 1978).
Al-Bayadi, Isyarat al-Maram min Ibarat al-Imam, Kairo, 1949.
Al-Maturidi, Kitab al-Tauhid, Fathullah Khalifah, Ed. (Istambul: al-Maktabah al-Islamiyah, 1979).
----------------------, Al-Tauhid, Dr. Fath Khalif, Beirut, 1970.
Al-Razi, Al-Arba’in fi Ushul al-Din, Haidarabat, 1353 H.
Al-Sabuni, Kitab al-Bidayah, Kairo, 1969.
Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, Kairo: Mushthafa al-Babi wa al-Halabi, 1967.
Al-Syarif al-Jurjani, Syarh al-Mawaqif, Kairo, 1907.
Harun Nasution, Akal dan Wahyu Dalam Islam, Jakarta: UI Press, 1983.
----------------------, Teologi Islam, (Jakarta: YPUI, 1972).
----------------------, Theologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah dan Analisa Perbandingan, Cet II, Jakarta: UI Press, 1978.
Ibrahim Madkour, Aliran dan Teori Filsafat Islam, Penerjemah, Yudian Wahyudi Asmin, Bumi Aksara, Jakarta, 2004.
----------------------, Fi-al Falsafah al-Islamiyah, II (Kairo: Dar-al-Ma’arif, 1976).
Kholeif, A Study on Fakhr al-Din al-Razi, Beirut, 1966
KURNIA AGUNG JATI BARANG 63 di 07:13, http://kurniaagung63jtbrg.blogspot.com/2007/12/sejarah-singkat-al-maturidiyyah.html Muhammad Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah, I, Mesir: Dar al-Fikr al-Arabi, 1971.
Muhammad al-Bazdawi, Kitab Usul al-Din, Ed. Dr. Hans Peter Linss, (Kairo: Isa al-Bab al-Halabi, 1963).
Najm al-Din al-Nasafi, al-‘Aqaid al-Nasafiyah, Istambul 1890.
Syekh Abu Zahrah, Al-Mazahibul Islamiyah, Maktabah Al-Adab.

manajemen informasi dan pengetahuan

DATABASE DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM;
SISTEM MANAJEMEN BERBASIS DATA
Oleh: Benny Fitra, B.Ed

A. PENDAHULUAN
Manajemen Data merupakan bagian dari manajemen Sumber Daya Informasi. Sumber Daya Data disimpan dalam data sekunder yang dapat berbentuk berurutan (sequential), atau akses langsung (direct access), magnetic tape merupakan media penyimpanan sequential, magnetic disk merupakan media penyimpanan akses langsung serta compact disk merupakan media penyimpanan yang canggih dan dapat menyimpan data.
Sebelum orang mengenal database, banyak mengalami kesulitan dalam manejemen data. Konsep database dibangun diatas indeks dan kaitan untuk mencapai suatu hubungan logis antara beberapa file.
Perangkat Lunak yang mengelola database disebut sistem manajemen database (database management system) – DBMS- yang memberikan keuntungan yang nyata bagi yang menggunakan komputer sebagai suatu sistem informasi. Semua DBMS memiliki pengolah bahasa deskripsi data (data description language processor) yang digunakan untuk menciptakan database, mengelola serta menyediakan isi database. Orang yang bertanggung jawab atas database dan DBMS adalah pengelola database (database administration) – DBA.

B. ORGANISASI DATA
Organisasi data merupakan suatu hal yang penting jika pemerintahan daerah ingin meningkatkan layanan publik. Kemajuan teknologi komputer memungkinkan pemerintahan daerah untuk mengumpulkan dan mengelola sejumlah besar data.
Pengertian data adalah bahan baku yang berupa fakta tentang sesuatu di di dunia nyata yang dapat direkam dan disimpan pada media komputer untuk diolah menjadi informasi. Data dapat berupa:
• Data yang terformat, data dengan suatu format tertentu, misalnya data yang menyatakan tanggal atau jam, atau menyatakan nilai mata uang;
• Teks, sederetan huruf, angka, dan simbol-simbol khusus (misalnya + dan $) yang kombinasinya tidak tergantung pada masing-masing item secara individual;
• Citra (image), data dalam bentuk gambar, dapat berupa grafik, foto, tanda tangan, ataupun gambar yang lain;
• Audio, data dalam bentuk suara, instrumen musik, suara orang, detak jantung;
• Video, data dalam bentuk sejumlah gambar yang bergerak dan bisa dilengkapi dengan suara, dapat digunakan untuk mengabadikan kejadian atau aktivitas.
Data hanya berguna jika dihubungkan dengan konteks tertentu. Mekanisme untuk menyediakan konteks tersebut disebut sebagai meta data, yaitu data yang menjelaskan data yang lainnya. Penjelasan ini dapat berupa definisi data, struktur data, aturan, serta batasan. Pada konteks basis data, meta data mengijinkan perancang basis data dan pengguna memahami segala sesuatu tentang data: jenisnya, maknanya, serta karakteristiknya. Meta data sangat penting agar data yang bersangkutan tidak disalahartikan, dan tidak memiliki makna yang mendua-arti, serta tidak membingungkan.
Data secara tradisional telah diorganisasikan menjadi suatu hierarki yang terdiri dari data field, catatan (record) dan file. Data field adalah unit data terkecil, tidak dapat dibagi lagi menjadi unit yang berarti. Contohnya adalah nomor pegawai; catatan (record) adalah suatu kumpulan data field yang berhubungan, seperti suatu catatan karyawan; file adalah kumpulan record data yang berhubungan dengan suatu subyek tertentu. Suatu kumpulan catatan yang berhubungan, seperti file pegawai.
Suatu file dapat berupa spreadsheet, dokumen, set data, atau kumpulan fakta individual lain. File-file ini dapat dikumpulkan menjadi satu grup dalam satu folder yang merupakan kumpulan file-file yang berkaitan, dan secara konseptual mirip ranting suatu pohon. Beberapa folder dapat dikumpulkan menjadi satu folder yang lebih besar seperti halnya beberapa ranting mungkin berkumpul menjadi satu cabang yang lebih besar.

Spreadsheet
Tabel berupa baris-baris dan kolom-kolom dalam sebuah spreadsheet dapat dianggap sebagai suatu struktur basisdata sederhana. Kolom-kolom spreadsheet memiliki judul yang menggambarkan isi kolom-kolom itu, sebagai contoh, suatu tabel Data Pegawai yang berisi tentang nama, NIP, alamat, pendidikan, jabatan dan lain sebagainya. Konsep tabel penting karena struktur basisdata yang paling dikenal untuk suatu organisasi yaitu struktur basisdata relasional yang secara konseptual serupa dengan sekumpulan tabel-tabel yang berhubungan. Istilah-istilah pada spredsheet pada dasarnya sama dengan istilah-istilah pada struktur data, yaitu tabel identik dengan file, kolom identik dengan field, dan baris identik dengan record.

Basis Data
Basisdata adalah kumpulan atau ‘koleksi’ dari data yang terorganisasi dengan cara sedemikian rupa sehingga data dengan mudah disimpan dan dimanipulasi (diperbaharui, dicari, diolah dengan perhitungan tertentu, serta dihapus). Basisdata dikendalikan oleh sistem manajemen basisdata, yaitu satu set catatan data yang berhubungan dan saling menjelaskan. Data disimpan di media komputer sehingga mudah untuk pengambilan kembali dan penggunaannya. Lokasi fisik basiadata di medium penyimpanan tidak tergantung pada lokasi logis.
Mendasari struktur basis data adalah model data, yaitu sekumpulan cara/peralatan untuk mendeskripsikan data, hubungan data satu sama lain, semantiknya, serta batasan konsistensi. Ada dua model data yang umum digunakan yaitu:
• Model Entity-Relationship
Model data ini dibuat berdasarkan anggapan bahwa dunia nyata terdiri dari koleksi obyek-obyek dasar yang dinamakan entitas (entity) serta hubungan (relationship) antara entitas-entitas itu. Entitas adalah ’sesuatu’ atau ’obyek’ pada dunia nyata yang dapat dibedakan satu terhadap yang lainnya, yang bermanfaat bagi aplikasi yang dikembangkan. Entitas dalam basisdata dideskripsikan berdasarkan atribut-nya. Relationship adalah hubungan antara beberapa entitas, sebagai contoh pegawai memiliki orang tua; memiliki menjelaskan hubungan tertentu antara pegawai dengan orangtuanya.
• Model Relasional
Model yang menggunakan sejumlah tabel untuk menggambarkan data serta hubungan antara data tersebut. Setiap tabel memiliki sejumlah kolom yang setiap kolomnya memeiliki nama yang unik. Model relasional adalah contoh model berbasis record, sebab basisdata memiiliki struktur record berformat tertentu yang masing-masing isinya memiliki tipe-tipe yang berbeda.
Untuk membangun basisdata dilakukan suatu proses yang mencakup tiga langkah utama, yaitu:
• Menentukan keperluan data. Langkah kunci mencapai sistem informasi adalah menentukan data yang diperlukan untuk suatu aplikasi yang akan dibangun.
• Menjelaskan data. Sistem manajemen basisdata menggunakan istilah-istilah spesifik untuk menggambarkan definisi data yang akan dimiliki; setelah elemen-elemen data yang diperlukan ditentukan maka perlu dijelaskan dalam bentuk kamus data (data dictionary system).
• Memasukkan data. Setelah skema dan subskema diciptakan, data dapat dimasukkan ke dalam basisdata; pemasukkan data bisa dilakukan dengan mengetik langsung (key in) ke dalam DBMS, atau membaca data dari softcopy (CD).
Pada saat ini, organisasi modern menjembatani kesenjangan informasi dengan mengembangkan konsep basisdata yaitu dengan mengembangkan data warehouse, data mart, dan data mining, yang mengkonsolidasikan dan mengintergrasikan informasi dari sumber-sumber yang berbeda dan merancangkan dalam format yang bermakna untuk membuat keputusan yang akurat.

B. STRUKTUR BASIS DATA
Integrasi logis file dapat diperoleh dengan hubungan eksplisit dan hubungan implisit.
Hubungan eksplisit, antara record dari beberapa fille dengan menyusun record-record tersebut dalam suatu hirarkhis, yang disebut struktur hirarkhis, dimana setiap catan pada suatu tingkat dapat dihubungkan ke berbagai record setingkat lebih rendah.
Meskipun struktur hirarkhis mempunyai kemampuan luar biasa dalam mengatasi kendala-kendala fisik, namun penggunaan hubungan eksplisit tersebut masih mempunyai kelemahan
Hubungan implisit, hubungan antar record yang tidak harus dinyatakan secara eksplisit, link field khusus tidak perlu disertakan dalam record. Pendekatan ini disebut dengan struktur relasional dan menggunakan hubungan implisit, yaitu hubungan yang dapat dinyatakan secara tidak langsung dari record data yang telah ada. Keuntungan dari steruktur relasional bagi CBIS (computer based information system, sistem informasi berbasis kamputer) adalah fleksibilitas yang ditawarkannya dalam rancangan dan penggunaan database. Pengguna dan spesialis informasi dibebaskan dari keharusan mengidentifikasi semua informasi yang diperlukan sebelum menciptakan database.

Perangkat Lunak Basis Data
Perangkat lunak yang menetapkan dan memelihara integrasi logis antar arsip/dokumen, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit, disebut sistem manajemen basis data (Database Management System/DBMS). IDS (Integrated Data Source/Sumber Data yang Terintegrasi) dari perusahaan General Electric adalah contoh pertamanya, dan kemudian diikuti oleh sejumlah usaha/bisnis serupa dari pemasok perangkat keras dan perangkat lunak lain. Contoh DBMS yang menggunakan struktur hierarkis adalah IMS (Information Management System/Sistem Menejemen Informasi) dari perusahaan IBM, dan System 2000 dari perusahaan Intel.
Gelombang selanjutnya dari inovasi/penemuan baru DBMS (Database Management System/Sistem Manajemen Basis Data) menampilkan perangkat lunak hubungan (relational), dan sejumlah paket awal ditujukan bagi pemakai computer mainframe. SQL/DS (Structured Query Language/Bahasa Pertanyaan yang Terstruktur, Data System/Sistem Data) dan QBE (Query By Example/Pertanyaan Melalui Contoh) dari peusahaan IBM, dan ORACLE dari Relational Software Inc, semuanya diterima dengan baik. Pada saat yang hamper bersamaan, sekitar tahun 1980, pemasok perangkat lunak mulai mengembangkan paket-paket DBMS berskala lebih kecil untuk pasar computer mikro. DBMS berbasis computer mikro pertama yang sangat berpengaruh adalah dBase II yang dipasarkan oleh Ashton-Tate (sekarang merupakan bagian/cabang dari Borland International Inc).
Selama tahun-tahun terakhir ini, pengembangan DBMS berfokus pada pasar computer mikro dan telah menerapkan struktur hubungan. Microsoft Access (produk dari perusahaan Microsoft Corp) adalah suatu contoh system manajemen basis data hubungan untuk computer mikro.

C. MENCIPTAKAN BASIS DATA
Basis data diciptakan berdasarkan beberapa langkah, yaitu: menentukan kebutuhan data, menjelaskan data, dan memasukkan data ke dalam database.
a. Menentukan Kebutuhan Data.
Langkah ini dilakukan dengan mendefinisikan kebutuhan data. Pendefinisian kebutuhan data dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan dasar, yaitu: berdasarkan orientasi pada proses dan berdasarkan model perusahaan.
• Berdasarkan orientasi pada proses. Pendekatan ini dilakukan ketika perusahaan mengikuti langkah-langkah seperti yang digambarkan dalam gambar berikut ini.

















Gambar 1
Data yang dibutuhkan dapat didefinisikan dengan pendekatan berorientasi pada proses

• Berdasarkan model perusahaan. Pendekatan ini untuk mengatasi kelemahan pendekatan yang pertama (sukar mengaitkan data suatu sistem ke data sistem lain). Oleh karenanya diatasi dengan menentukan seluruh kebutuhan data perusahaan dan kemudian menyimpan data tersebut dalam database.
Pendekatan model ini mendeskripsikan semua data perusahaan, selanjutnya dinamakan model data perusahaan. Pendekatan ini merupakan pendekatan yang top down, yang dimulai dari perencanaan strategis sumber daya informasi, kemudian diikuti oleh tahap-tahap selanjutnya, sebagaimana digambarkan pada gambar berikut ini.

Perencanaan strategis sumber daya informasi

1.










2.







Gambar 2.
Data yang dibutuhkan dapat didefinisikan dengan pembuatan model data perusahaan

b. Menjelaskan Data yang Dibutuhkan.
Dalam tahapan ini unsur-unsur data yang diperlukan ditentukan untuk selanjutnya dijelaskan lagi dikamus data (data dictionary). Pengertian kamus data itu sendiri adalah suatu ensiklopedik dari informasi yang berkaitan dengan data perusahaan. Atau dapat juga kita katakana bahwa kamus data adalah catalog atau directory yang berbasis computer (computer-based catalog or directory) yang berisi data perubahan (metadata). Yang berkenaan dengan tahapan penjelasan data ini adalah system kamus data (data dictionary system/DDS dan bahasa pendeskripsi data (data description language/DDL).
- System kamus data berbentuk perangkat lunak yang fungsinya adalah penciptaan dan pemeliharaan serta penyediaan kamus data agar dapat digunakan. Kamus data dapat berbentuk kertas maupun arsip (file) komputer. DDS dapat kita peroleh dalam paket perangkat lunak terpisah ataupun dalam bentuk modul seperti yang ada dalam DBMS dan CASE (teknik perangkat lunak tambahan komputer/computer-aided software engineering).

c. Memasukkan data. Setelah skema dan subskema diciptakan data dapat dimasukkan kedalam database. Hal ini dapat dilakukan dengan memasukkan data langsung ke dalam DBMS, membaca data dari pita atau piringan atau menscan data secara optis. Data siap untuk digunakan setelah berada dalam database. Bahasa pendeskripsi data dilakukan ketika data telah dibuat dan hendak dimasukkan kedalam DBMS. DDL oleh pengembang basis data digunakan pada perangkat lunak seperti Oracle, yang berfungsi untuk mengembangkan dan menspesifikasikan isi data, hubungan, dan susunan masing-masing basis data dan DDL juga digunakan untuk memodifikasi spesifikasi basis data saat dibutuhkan.


1.










2.




Gambar 3. Menggambar Isi Database

D. MENGGUNAKAN BASIS DATA
Kita ketahui bahwa pengguna basis data itu terdiri dari orang ataupun program aplikasi computer. Orang dapat menggunakan basis data dari suatu terminal computer dan kemudian mendapatkan data dan informasi kembali dengan menggunakan bahasa query. Bahasa pertanyaan (query language) adalah bahasa permintaan informasi dari basis data dan bahasa query ini termasuk bahasa yang memudahkan pemakai karena memampukan computer untuk menjawab query yang diajukan. Contoh bahasa query adalah seperti berikut:
SELECT...... FROM......WHERE......
SELECT dilakukan untuk mengetahui susunan atau daftar data yang ada pada kolom (field). Kemudian FROM dibuat untuk mengetahui arsip (file) atau table mana yang hendak didapatkan. WHERE digunakan untuk menspesifikasikan kondisi batas pencarian, yang mana pencarian hanya dilakukan pada catatan data (data records) yang Anda inginkan.
Selanjutnya dalam penggunaan basis data juga digunakan bahasa manipulasi data (data manipulation language/DML) yang berfungsi untuk membantu program aplikasi saat mengambil data dari basis data atau saat menyimpan data kedalam basis data. DML dapat dibuat oleh pemrogram aplikasi melalui DBMS karena dengan DBMS pemogram tidak perlu repot lagi menuliskan bahasa pemrograman yang konvensional.
Tujuh langkah dalam DBMS :
1. Data Manipulation Language (DML) menentukan DBMS data apa yang diperlukan.
2. DBMS memeriksa skema dan subskema untuk menguji bahwa data ada dalam database.
3. DBMS meneruskan permintaan data ke sistem operasi.
4. DBMS mengambil data dan memasukkannya ke dalam area penyimpanan buffer khusus dalam penyimpanan primer.
5. Data tersebut ditransfer ke dalam area input program aplikasi.
6. DBMS mengembalikan pengendalian ke program aplikasi.
7. Program aplikasi menggunakan data.

Sistem Operasi

Subtema
Skema

Langkah 3
Langkah 2


DBMS
Langkah 1



Program
Aplikasi

Langkah 6

Wilayah penyimpanan Buffer Langkah 7
Langkah 5
Wilayah
masukan,
keluaran dan
kerja pemakai

Langkah 4






Gambar 4. Peristiwa DBMS

E. PENGELOLAAN BASIS DATA
Seorang spesialis informasi yang bertanggung jawab atas database disebut pengelola database (DataBase Administrator, DBA). DBA mempunyai tugas utama, yaitu perencanaan, penerapan, operasi dan keamanan.

a. Perencanaan database mencakup sama dengan para manajer untuk mendefinisikan skema dan subskema. DBA berperan penting dalam memilih DBMS.
b. Penerapan database terdiri dari menciptakan database yang sesuai dengan spesifikasi DBMS yang dipilih serta menetapkan dan menegakkan kebijakan dan prosedur penggunaan database.
c. Operasi database mencakup menawarkan program pendidikan kepada pemakai database dan menyediakan bantuan saat diperlukan.
d. Keamanan database meliputi pemantauan kegiatan database dengan menggunakan statistik yang disediakan DBMS. Selain itu, DBA memastikan bahwa database tetap aman.

F. MENEMPATKAN DATABASE DAN DBMS DALAM PERSPEKTIF
DBMS memungkinkan untuk menciptakan database dalam penyimpanan akses langsung komputer memelihara isinya dan menyediakan isi tersebut bagi pemakai tanpa pemrograman khusus yang mahal.
Keuntungan DBMS :
a. Mengurangi pengulangan data.
b. Mencapai independensi data.
c. Mengintegrasikan data dari beberapa file.
d. Mengambil data dan informasi secara cepat.
e. Meningkatkan keamanan.

Kerugian DBMS :
a. Memperoleh perangkat lunak yang mahal.
b. Memperoleh konfigurasi perangkat keras yang besar.
c. Mempekerjakan dan mempertahankan staf DBA.

Database terkomputerisasi maupun DBMS bukanlah prasyarat mutlak untuk pemecahan masalah. Namun mereka memberikan dasar-dasar penggunaan komputer sebagai suatu sistem informasi bagi para spesialis informasi dan pemakai.

G. KESIMPULAN
Data diorganisasikan menjadi file, tiap file berisi record-record, dan setiap record terdiri dari elemen-elemen data (field). Tingkatan tersebut ada dalam konsep database.
Manajemen data adalah subset dari IRM yang melaksanakan fungsi pengumpulan, pengujian dan integritas, penyimpanan, pemeliharaan, keamanan, organisasi dan pengambilan data.
Alat penyimpanan sekunder ada dua jenis, yaitu berurutan dan akses langsung. Aplikasi pemakai menentukan apakah pengolahan batch atau online yang digunakan. Pengolahan batch dapat dilaksanakan dengan menggunakan media penyimpanan berurutan atau akses langsung. Sedangkan pengolahan online memerlukan akses langsung. Istilah realtime digunakan untuk menggambarkan system online yang bereaksi pada kegiatan system fisik secara cukup cepat sehingga dapat mengendalikan system tersebut.
Pada era sebelum database, kinerja system menderita karena kendala penyimpanan fisik. Kesulitan-kesulitan ini sebagian diatasi dengan menggunakan inverted files dan link list.
Data dalam database dikelola oleh system manajemen database (DBMS). System awalnya dirancang untuk mainframe, yang saat ini telah ada dalam versi komputer mikro dan melibatkan struktur relasional.
Langkah pertama menciptakan database adalah menentukan kebutuhan data dengan mengikuti pendekatan berorientasi masalah. Elemen-elemennya kemudian dijelaskan dalam kamus data, dan penjelasan tersebut dikomunikasikan kepada komputer melalui data description language (DDL) yang menghasilkan skema. Subskema mencerminkan kebutuhan para pemakai individual. Setelah skema dan subskema ditentukan maka data dapat dimasukkan.
Pemakai database dapat berupa orang atau program aplikasi. Orang menggunakan query language dan program menggunakan DML. DBMS bekerja sama dengan system operasi untuk menyediakan isi database bagi para pemakai.
Semua DBMS memiliki DDL prosesor dan manajer database, tetapi pada versi mikro biasanya tidak menyertakan performance statistics processor atau modul backup/recovery. DBMS dapat mengurangi pengulangan data, mencapai independensi data, mengintegrasikan data dari beberapa file, memperoleh data atau informasi secara cepat, dan meningkatkan keamanan.
Orang yang bertanggung jawab atas sumber daya data perusahaan disebut pengelola database (database administrator) – DBA. DBA memiliki empat bidang tanggung jawab yang berhubungan dengan database, yaitu perencanaan, penerapam, operasi, dan keamanan. Beberapa DBA dipimpin oleh seorang manajer DBA.
Para pemakai database yang besar dapat terlibat dalam kegiatan penemuan pengetahuan dalam database (KDD) seperti data warehouse, data mart, dan data mining. Data mining berdasarkan verifikasi dimulai dengan hipotesis pemakai tentang apa yang ia yakini sebagai parameter database query. Data mining berdasarkan penemuan mengembangkan kemampuan pemakai dengan mengidentifikasi pola data yang biasanya diharapkan pemakai. Proses penemuan pengembangan dalam database bersifat berulang, yang mengulangi langkah-langkah seperti perolehan data, pembersihan data, model pencarian, dan model prediksi, hingga kebutuhan pemakai tercapai.

Daftar Referensi

1. Hansen, Gary W. dan Hansen, James V., Database Management and Design, 2nd ed., Prentice Hall, New Jersey, 1996.
2. McLeod, Raymond, Management Information System, 7¬th ed., Prentice Hall, New Jersey, 1998.
3. McNurlin, Barbara C,; Sparague, Ralph H Jr., Information Systems Management in Practice, 4th ed., Prentice Hall, New Jersey, 1998.
4. http://www.cs.ui.ac.id/kuliah/IKI310410
5. Adi Nugroho, ”Konsep Pengembangan Sistem Basis Data”, Tahun 2004, Penerbit Informarika Bandung
6. Raymond McLeod, Yr and George Schell,”Management Information System” Tahun 2001, Prentice-Hall, Inc. New Jersey.
7. Chr. Jimmy L. Gaol, Sistem Informasi Manajemen; Pemahaman dan Aplikasi, Grasindo, Jakarta, 2008.

statistik

Statistik Hubungan 2 Variabel Dengan Data Nominal >< Nominal
Oleh: Benny Fitra, B.Ed

I. Pendahuluan
Penggunaan metode statistik dalam penelitian ilmiah sebetulnya telah dirintis sejak tahun 1880 ketika F. Galton pertama kali menggunakan korelasi dalam penelitian ilmu hayat. Pada ketika itu, penggunaan metode statistik dalam penelitian biologi maupun sosial tidak dapat dikatakan lazim. Bahkan pada akhir abad ke sembilanbelas, kecaman-kecaman pedas acapkali dilontarkan terhadap Karl Pearson yang mempelopori penggunaan metode statistik dalam pelbagai penelitian biologi maupun pemecahan persoalan yang bersifat sosioekonomis.
Perkembangan statistik sebagai metode ilmiah telah mempengaruhi hampir setiap aspek kehidupan manusia modern. Pada akhir abad ke duapuluh ini, manusia sadar atau tidak sadar, suka berfikir secara kuantitatif. Keputusan-keputusannya diambil atas dasar hasil analisa dan interpretasi data kuantitatif. Dalam hal sedemikian itu, metode statistik mutlak dibutuhkan sebagai peralatan analisa dan interpretasi data kuantitatif. Peranan metode statistik dalam pengambilan keputusan secara ekonomis di perusahaan-perusahaan maupun penelitian yang sifatnya non-ekonomis makin besar.
Peranan metode statistik di bidang penelitian ilmiah ternyata makin bertambah penting dari tahun ke tahun. Banyak sekali metode statistik yang dikemukakan, dikembangkan dan diperbaiki setiap tahunnya. Kemajuan-kemajuan yang diperoleh penelitian ilmiah membutuhkan eksperimen yang sifatnya makin kompleks dan khusus. Dengan sendirinya, metode statistik juga menjadi lebih kompleks dan khusus. Di beberapa bidang penelitian, penelitian bahkan sukar sekali menguasai peralatan statistik yang seharusnya berguna bagi dirinya.
Statistik mempunyai peranan sebagai alat deskripsi maupun inferensial baik bagi peneliti, pembimbing, pemimpin atau manajer, dan administrator karena itu perlu dipahami secara mendalam. Statistik kadang-kadang dipakai sebagai alat penipuan dengan cara memanipulasi data untuk kepentingan tertentu. Hal ini bukan berarti statistiknya yang bersalah tetapi factor manusianya. Statistik bekerja dengan empat landasan; variasi (keadaan yang berubah-rubah), reduksi (tidak seluruh informasi yang harus diolah, cukup dengan sampel yang mewakilinya), generalisasi (menarik kesimpulan umum), spesialisasi (berkenaan dengan angka-angka saja/kuantitatif). Statistik juga bekerja dengan dua pendekatan; objektif (dapat diterima oleh semua orang), universal (dapat dipakai hampir dalam setiap bidang keilmuan).

II. Pembahasan
A. Pengertian Statistik
Secara etimologik kata “statistik” berasal dari kata status (bahasa Latin) yang mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris) atau kata staat (bahasa Belanda), dan yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya, kata “statistik” diartikan sebagai “kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu Negara. Namun pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi pada ”kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif)” saja; bahan keteragan yang tidak berwujud angka (data kualitatif) tidak lagi disebut statistik.
Secara terminology statistik mengandung berbagai macam pengertian:
1. Data statistik yaitu kumpulan bahan keterangan yang berupa angka atau bilangan yang dapat memberikan gambaran menganai keadaan, peristiwa, atau gejala tertentu.
2. Kegiatan statistik atau kegiatan perstatistikan atau kegiatan penstatistikan, mencakup 4 hal, yaitu: (1) pengumpulan data (data collecting atau collection of data), (2) penyusunan data (summarizing), (3) pengumuman dan pelaporan data (tabulation and report), (4) analisa data (data analyzing atau analysis of data).
3. Metode statistik yaitu cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka mengumpulkan, menyusun atau mengatur, menyajikan, menganalisa dan memberikan interpretasi terhadap sekumpulan bahan keterangan yang berupa angka, demikian rupa sehingga kumpulan bahan keterangan yang berupa angka itu “dapat berbicara” atau dapat memberikan pengertian dan makna tertentu.
4. Ilmu statistik yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari dan memperkembangkan secara ilmiah tahap-tahap yang ada dalam kegiatan statistik. Dengan kata lain ilmu statistik adalah ilmu yang membahas (mempelajari) dan memperkembangkan prinsip-prinsip, metode dan prosedur yang perlu ditempuh atau dipergunakan dalam rangka: (1) mengumpulkan data angka, (2) penyusunan atau pengaturan data angka, (3) penyajian atau penggambaran atau pelukisan data angka, (4) penganalisaan terhadap data angka, dan (5) penarikan kesimpulan (conclussion), pembuatan perkiraan (estimation), serta penyusunan ramalan (prediction) secara ilmiah (dalam hal ini secara matematik) atas dasar kumpulan data angka tersebut.

Menurut Croxton dan Crowden, yang dikutip oleh DR. Gimin M.Pd dalam modul mata kuliah statistiknya mengatakan Statistik adalah metode untuk mengumpulkan, mengolah dan menyajikan, serta menginterpretasikan data yang berwujud angka-angka. Menurut Sudjana, statistik adalah pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan, penganalisaan dan penarikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan penganalisaan yang dilakukan.

B. Variabel Penelitian
Pengertian Variabel adalah atribut seseorang, atau obyek yang mempunyai “variasi” (Hatch dan Farhady, 1981).
Jenis Variabel:
1. Variabel dependen/terikat/terpengaruh
2. Variabel independen/bebas/yang mempengaruhi
3. Variabel intervenint/vairabel antara
4. Variabel moderator
5. Variabel kontrol

C. Ciri Khas Statistik
Pada dasarnya statistik sebagai ilmu pengetahuan memiliki tiga ciri khusus, yaitu:
a. Statistik selalu bekerja dengan angka atau bilangan (dalam hal ini adalah data kuantitatif).
b. Statistik bersifat objektif. Ini mengandung pengertian bahwa statistik selalu bekerja menurut objeknya, atau bekerja menurut apa adanya.
c. Statistik bersifat universal. Ini mengandung pengertian bahwa ruang lingkup atau ruang gerak dan bidang garapan statistik tidak sempit.

D. Permasalahan Statistik
Menurut Hananto Sigit dalam bukunya Statistik Suatu Pengantar yang dikutip oleh Anas Sudijono mengemukakan ada tiga permasalahan dasar dalam statistik, yaitu: (1) Permasalahan tentang rata-rata (Average), (2) Permasalahan tentang pemencaran atau penyebaran (Variability atau Dispersion), dan (3) Permasalahan tentang saling hubungan (Korelasi).
Menurut Hananto Sigit, kita tidak perlu berfikir jauh-jauh dan mendalam jika kita ingin tahu apa persoalan statistik yang sebenarnya itu. Pada dasarnya setiap orang, baik sadar ataupun tidak, telah berfikir dengan mempergunakan ide-ide statistik (statistikal ideas). Betapa tidak, kita sering mempergunakan pengertian “rata-rata” (average) dalam kehidupan kita sehari-hari. Contoh; seorang guru akan mengambil nilai rata-rata yang diperoleh muridnya untuk mengetahui bagaimana kualitas muridnya.
Suatu persolan statistik lainnya adalah apa yang dikenal dengan nama “dispersi” (dispersion) atau “variabilitas”. Seorang guru mungkin akan berkata bahwa kepandaian muridnya dari kelas A adalah lebih merata daripada murid kelas B. Dalam hal ini murid kelas B perbedaan kepandaiannya satu dengan lainnya lebih tajam daripada antar murid dalam kelas A.
Sebuah persoalan lain lagi dari statistik adalah persoalan tentang “korelasi” atau “asosiasi”, persoalan hubungan. Seseorang guru akan berkata bahwa mereka yang pandai dalam matematika juga akan pandai dalam ilmu fisika, dan sebagainya.

E. Fungsi Statistik
Fungsi statistik menurut Iqbal Hasan antara lain:
1. Bank Data
Statistik sebagai bank data adalah menyediakan data untuk diolah dan diinterpretasikan agar dapat dipakai untuk menerangkan keadaan yang perlu diketahui atau diungkap.
2. Alat Quality Control
Statistik sebagai alat quality control adalah sebagai alat pembantu standardisasi dan sekaligus sebagai alat pengawasan.
3. Alat Analisis Data
Statistik sebagai alat analisis data merupakan satu bentuk metode penganalisaan data.
4. Pemecahan Masalah dan Pembuatan Keputusan
Statistik sebagai pemecahan masalah dan pembuatan keputusan adalah sebagai dasar penetapan kebijakan dan langkah lebih lanjut untuk mempertahankan dan mengembangkan perusahaan dalam memperoleh keuntungan.

Fungsi yang dimiliki oleh statistik dalam dunia pendidikan terutama bagi para pendidik (pengajar, guru, dosen) adalah menjadi alat bantu untuk mengolah, menganalisa, dan menyimpulkan hasil yang telah dicapai dalam kegiatan penilaian.
Tidak dapat disangkal bahwa dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik akan senantiasa terlibat pada masalah penilaian atau evaluasi, yaitu penilaian atau evaluasi terhadap hasil pendidikan setelah anak didik menempuh proses pendidikan selama jangka waktu yang telah ditentukan. Di dalam kegiatan menilai hasil pendidikan itu, seorang pendidik mengenakan norma tertentu; norma tersebut pada hakikatnya adalah semacam ukuran. Hasil penilaian itu biasanya dinyatakan dalam berbagai cara; namun cara yang paling umum dipergunakan adalah dengan menyatakannya dalam bentuk angka (bilangan).
Karena dalam kegiatan penilaian hasil pendidikan cara yang paling umum adalah dengan menggunakan data kuantitatif, maka tidak perlu diragukan lagi bahwa statistik dalam hal ini akan mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai alat bantu, yaitu alat bantu untuk mengolah, menganalisa, dan menyimpulkan hasil yang telah dicapai dalam kegiatan penilaian tersebut.
Bagi seorang pendidik professional, statistik juga memiliki kegunaan yang cukup besar; sebab dengan menggunakan statistik sebagai alat bantu, maka berlandaskan pada data eksak itu ia akan dapat:
a) Memperoleh gambaran –baik gambaran secara khusus maupun gambaran secara umum- tentang sesuatu gejala, keadaan atau peristiwa.
b) Mengikuti perkembangan atau pasang-surut mengenai gejala, keadaan atau peristiwa tersebut, dari waktu ke waktu.
c) Melakukan pengujian, apakah gejala yang satu berbeda dengan gejala yang lain ataukah tidak; jika terdapat perbedaan apakah perbedaan itu merupakan perbedaan yang berarti (meyakinkan) ataukah perbedaan itu terjadi hanya secara kebetulan saja.
d) Mengetahui, apakah gejala yang satu ada hubungannya dengan gejala yang lain.
e) Menyusun laporan yang berupa data kuantitatif dengan secara teratur, ringkas dan jelas.
f) Menarik kesimpulan secara logis, mengambil keputusan secara tepat dan mantap, serta dapat memperkirakan atau meramalkan hal-hal yang mungkin bakal terjadi di masa mendatang, dan langkah kongkrit apa yang kemungkinan perlu dilakukan oleh seorang pendidik.

F. Manfaat statistik
1. Mengolah data menjadi informasi
2. Menyajikan/meringkas informasi,
3. Mempermudah pemahaman,
4. Mempercantik tampilan,
5. Membantu menginterpretasikan data/informasi
6. Membantu dalam menafsirkan data/informasi

G. Dua Tujuan Utama Penerapan Statistik Pendidikan
1. The first purpose involves the description of data. Teknik stastistik yang digunakan untuk menguraiakan data (description of data) dikenal sebagai descriptive statistiks (statistik deskriptif).
2. The second principal use of statistiks in education is to allow the researcher to draw better inferences as to whether a phenomenon which is observed in relatively small number of individuals (a sample) can be legitimately generalized to a larger number of individuals (a population).
Teknik statistik yang digunakan untuk menggambarkan kesimpulan yang lebih baik (to draw better inferences) menggunakan sampel terhadap populasinya disebut inferential statistiks (statistik inferensial).

H. Pengertian Data
Data adalah bentuk jamak dari datum. Data merupakan keterangan-keterangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu yang diketahui atau yang dianggap atau anggapan. Atau suatu fakta yang digambarkan lewat angka, symbol, kode, dan lain-lain.
Data ialah suatu bahan mentah yang jika diolah dengan baik melalui berbagai analisis dapat melahirkan berbagai informasi. Dengan informasi tersebut, kita dapat mengambill suatu keputusan. Dalam statistik dikenal istilah-istilah jenis data, tingkatan data, sumber data, penyajian data, analisis data. Data dianalisis sesuai dengan jenis dan tingkatannya, karena itu masing-masing tingkatan data mempunyai analisis sendiri khususnya dalam analisis korelasi.
Data yang baik tentu saja harus mutakhir, cocok (relevant) dengan masalah penelitian dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, lengkap, akurat, objektif, dan konsisten. Pengumpulan data sedapat mungkin diperoleh dari tangan pertama. Data yang baik sangat diperlukan dalam penelitian, sebab bagaimanapun canggihnya suatu analisis data jika tidak ditunjang oleh data yang baik, maka hasilnya kurang dapat dipertanggungjawabkan.

I. Jenis-Jenis Data Statistik
Jenis data secara garis besarnya dapat dibagi atas dua macam yaitu data dikotomi dan data kontinum.
1. Data Dikotomi
Data dikotomi disebut: data diskrit, data kategorik atau data nominal. Data ini merupakan hasil perhitungan, sehingga tidak dijumpai bilangan pecahan. Data dikotomi adalah data yang paling sederhana yang disusun menurut jenisnya atau kategorinya. Bila kita telah memberikan nama kepada sesuatu berarti kita telah menentukan jenis atau kategorinya menurut pengukuran kita. Dalam data dikotomi setiap data dikelompokkan menurut kategorinya dan diberi angka. Angka-angka tersebut hanyalah label belaka, bukan menunjukkan tingkatan (ranking). Dasar dalam menyusun kategori data tidak boleh tumpang tindih (mutually exclusive). Kalau kita melakukan kategori secara alamiahnya, maka disebut data dikotomi sebenarnya (true dichotomy) dan jika kategorinya dibuat-buat sendiri (direkayasa), maka disebut data dikotomi dibuat-buat (artificial dichotomy).
Menurut Iqbal Hasan data nominal adalah data yang berasal dari pengelompokan peristiwa berdasarkan kategori tertentu yang perbedaannya hanyalah menunjukkan perbedaan kualitatif. Data ini tidak menggambarkan kedudukan objek atau kategori lainnya tetapi hanya sekedar label atau kode saja. Data ini hanya mengelompokkan objek/kategori ke dalam kelompok tertentu. Data ini mempunyai dua ciri, yaitu:
- Kategori data bersifat saling lepas (satu objek hanya masuk pada satu kelompok saja);
- Kategori data tidak disusun secara logis.
Contoh dari data dikotomi sebenarnya antara lain adalah: jenis kelamin umpamanya ada tiga yaitu laki-laki diberi angka 1, banci diberi angka 2 dan perempuan diberi angka 3. Angka 3 pada wanita bukan berarti kekuatan wanita sama dengan tiga kali laki-laki. Demikian pula banci sama dengan dua kali laki-laki. Tetapi seperti yang disebutkan tadi bahwa angka-angka tersebut hanya label belaka. Banyak contoh-contoh data dikotomi sebenarnya ini seperti macam warna kulit, suku bangsa, bahasa daerah, dan sebagainya.
Data dikotomi dibuat-buat apabila data itu belum mempunyai kategori mutlak atau alamiah seperti di atas tadi, oleh sebab itu data tersebut masih dapat diubah-ubah jika memamg dikehendaki. Sebagai contoh: tidak lulus diberi angka 1 dan lulus diberi angka 2. Tetapi jika yang tidak lulus ingin kita ubah menjadi lulus maka kita dapat saja mengadakan ujian ulangan. Seperti dengan uraian di atas bahwa pemberian angka pada data dikotomi ini hanyalah label semata. Bukan berarti bahwa yang tidak lulus bodohnya dua kali yang lulus.
Data dikotomi mempunyai sifat-sifat: ekskuisif, tidak mempunyai urutan (ranking), tidak mempunyai ukuran baru dan tidak mempunyai nol mutlak.

2. Data Kontinum
Data kontinum terdiri atas tiga macam data yaitu: data ordinal, data interval dan data rasio.
Disini penulis tidak akan membahas lebih dalam mengenai data kontinum ini, karena yang menjadi batasan masalah dalam makalan ini hanya pada jenis data dikotomi atau nominal saja.

J. Pengertian Korelasi
Kata “korelasi” berasal dari bahasa Inggris correlation. Dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan: “hubungan”, atau “saling hubungan”, atau “hubungan timbal balik”.
Dalam ilmu statistik istilah “korelasi” diberi pengertian sebagai “hubungan antar dua variabel atau lebih”. Hungan antar dua variabel dikenal dengan istilah: “bivariate correlation”, sedangkan hubungan antar lebih dari dua veriabel disebut “multivariate correlation”.
Hubungan antar dua variabel misalnya hubungan atau korelasi antara prestasi studi (variabel X) dan kerajinan kuliah (variabel Y); maksudnya: prestasi studi ada hubungannya dengan kerajinan kuliah. Hubungan antar lebih dari dua variabel, misalnya hubungan antara prestasi studi (variabel X1) dengan kerajinan kuliah (variabel X2), keaktifan mengunjungi perpustakaan (variabel X3) dan keaktifan berdiskusi (variabel X4).
Dalam contoh di atas, variabel prestasi studi disebut: dependent variabel, yaitu variabel yang dipengaruhi; sedangkan variabel kerajinan kuliah, keaktifan mengunjungi perpustakaan dan keaktifan berdiskusi disebut: independent variabel, yaitu variabel bebas, dalam arti: bermacam-macam variabel yang dapat memberikan pengaruh terhadap prestasi studi.

K. Teknik Analisa Korelasional, Pengertian, Tujuan dan Pengelolaannya
1. Pengertiannya
Teknik Analisa Korelasional ialah teknik analisa statistik mengenai hubungan antar dua variabel atau lebih.
2. Tujuannya
Teknik Analisa Korelasional memiliki tiga macam tujuan, yaitu:
a. Ingin mencari bukti (berlandaskan pada data yang ada), apakah memang benar antara variabel yang satu dan variabel yang lain terdapat hubungan atau korelasi.
b. Ingin menjawab pertanyaan apakah hubungan antar variabel itu (jika memang ada hubungannya), termasuk hubungan yang kuat, cukupan, ataukah lemah.
c. Ingin memperoleh kejelasan dan kepastian (secara matematik), apakah hubungan antar variabel itu merupakan hubungan yang berarti atau meyakinkan (signifikan), ataukah hubungan yang tidak berarti atau tidak meyakinkan.
3. Penggolongannya
Teknik Analisa Korelasional dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: Teknik Analisa Korelasional Bivariate dan Teknik Analisa Korelasional Multivariat.
Teknik Analisa Korelasional Bivariat adalah teknik analisa korelasi yang mendasarkan diri pada dua buah variabel. Contoh: korelasi antar prestasi belajar dalam bidang studi Islam (variabel X) dan sikap keagamaan siswa (variabel Y).
Adapun Teknik Analisa Korelasional Multivariat ialah teknik analisa korelasi yang mendasarkan diri pada lebih dari dua variabel. Contoh: korelasi antara sikap keagamaan siswa (variabel X1) dengan suasana keagamaan siswa di lingkungan keluarga (variabel X2), lingkungan keagamaan siswa di masyarakat (variabel X3), tingkat pengetahuan agama orang tua siswa (variabel X4), dan prestasi belajar siswa dalam bidang studi Agama Islam (variabel X5).
Dalam pembicaraan lebih lanjut hanya akan dikemukakan salah satu dari dua macam teknik analisa korelasi tersebut, yaitu Teknik Analisa Korelasional Bivariate.
4. Cara mencari Korelasi pada Teknik Analisa Korelasional Bivariate
Sebagaimana yang dikutip oleh Anas Sudijono dalam bukunya Pengantar Statistik Pendidikan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Borg dan Gall dalam bukunya Educational Research, edisi ke-3 (New York: Longman’s Green & Co.), 1979, hlm. 419. Terdapat 10 macam teknik perhitungan korelasi yang termasuk dalam Teknik Analisa Korelasional Bivariate, yaitu:

1) Teknik Korelasi Product Moment
2) Teknik Korelasi Tata Jenjang
3) Teknik Korelasi Koofesien Phi
4) Teknik Korelasi Kontingensi
5) Teknik Korelasi Point Biserial
6) Teknik Korelasi Biserial
7) Teknik Korelasi Kendall Tau
8) Teknik Korelasi Rasio
9) Teknik The Widespread
10) Teknik Korelasi Tetrakotik

Penggunaan teknik korelasi tersebut di atas akan sangat tergantung kepada jenis data statistik yang akan dicari korelasinya, di samping pertimbangan atau alasan tertentu yang harus dipenuhi. Dalam makalah ini hanya akan dikemukakan dua teknik korelasi dari 10 macam teknik korelasi yang telah disebutkan di atas, yaitu Teknik Korelasi PHI (PHI Coefficient Correlation) dan Teknik Korelasi Kontingensi.
Menurut Iqbal Hasan, teknik statistik yang digunakan dalam analisis hubungan yang hanya melibatkan dua variabel adalah sebagai berikut:
a. Koefisien korelasi sederhana, adalah koefisien korelasi yang digunakan untuk mengukur derajat hubungan dari dua variabel. Berikut ini tabel yang berisikan jenis variabel dan jenis koefisien korelasi sederhana yang tepat dan sering dipakai untuk dua variabel.
Tabel 1
Berbagai teknik statistik untuk analisis korelasi sederhana
Variabel I Variabel II Koefisien Korelasi
1. Nominal Nominal 1. Phi ( )
2. Kontingensi (C)
3. Lambda ( )

2. Nominal Ordinal Theta ( )

3. Nominal Intervas/rasio 1. Eta ( )
2. Point Biserial (rpbi)
4. Ordinal Ordinal 1. Gamma ( )
2. Spearman (rs)
5. Ordinal Interval/rasio Jaspen’s (M)
6. Interval/rasio Interval/rasio Pearson’s (r)

b. Koefisien penentu atau koefisien determinasi, rumusnya KP = (KK)2 X 100% keterangan: KK = koefisien korelasi.
c. Analisis regresi linear sederhana, adalah regresi linear di mana variabel yang terlibat di dalamnya hanya dua, yaitu variabel terikat Y, dan satu variable bebas X serta berpangkat satu. Bentuk persamaannya adalah Y = a + bX keterangan: Y = variable terikat (variable yang diduga); X = variable bebas; a = intersep; b = koefisien regresi (slop).

L. Teknik Korelasi PHI (PHI Coefficient Correlation)
1. Pengertiannya
Teknik korelasi Phi adalah salah satu teknik analisa korelasional yang dipergunakan apabila data yang dikorelasikan adalah data yang benar-benar dikotomik (terpisah atau dipisahkan secara tajam); dengan istilah lain: variabel yang dikorelasikan itu adalah variabel diskrit murni; misalnya: Laki-laki-Perempuan, Hidup-Mati, Lulus-Tidak Lulus, Menjadi Pengurus Organisasi-Tidak Menjadi Pengurus Organisasi, Mengikuti Bimbingan Tes-Tidak Mengikuti Bimbingan Tes, dan seterusnya. Apabila variabelnya bukan merupakan variabel diskrit dan kita ingin menganalisa data tersebut dengan menggunakan Teknik Analisa Korelasional Phi, maka variabel tersebut terlebih dahulu harus diubah menjadi variabel diskrit.
2. Lambangnya
Besar-kecil, kuat-lemah atau tinggi-rendahnya korelasi antar dua variabel yang kita selidiki korelasinnya, pada Teknik Korelasi Phi ini, ditunjukkan oleh besar-kecilnya Angka Indeks Korelasi yang dilambangkan dengan huruf (Phi). Seperti halnya rxy dan Rho, maka besarnya juga berkisar antara 0,00 sampai dengan ± 1,00.
3. Rumusnya
a. Rumus pertama:
Rumus ini kita pergunakan apabila dalam menghitung atau mencari kita mendasarkan diri pada frekuensi dari masing-masing sel yang terdapat dalam tabel kerja (tabel perhitungan).
b. Rumus kedua:
Rumus ini kita pergunakan apabila dalam menghitung kita mendasarkan diri pada nilai proporsinya.
c. Rumus ketiga:
Rumus ketiga kita gunakan apabila dalam mencari kita terlebih dahulu menghitung harga Kai Kuadrad (χ²); Kai Kuadrat itu dapat diperoleh dengan rumus:

= frekuensi yang diobservasi atau observed frequ frekuency, atau frekuensi yang diperoleh dalam penelitian.
= frekuensi teoritik atau theoretical frequency, atau frekuensi secara teoritik
4. Cara Memberikan Interpretasi Terhadap Angka Indeks Korelasi Phi ( )
Pada dasarnya, Phi merupakan Product Moment Correlation. Rumus untuk menghitung Phi merupakan variasi dari rumus dasar Pearson:

Berhubung dengan itu, maka Phi Coefficient itu dapat diinterpretasikan dengan cara yang sama dengan “r” Product Moment dari Pearson.
5. Contoh Cara Mencari (Menghitung) Angka Indeks Korelasi Phi
a. Cara mencari angka indeks korelasi Phi dengan mendasarkan diri pada frekuensi dari masing-masing sel yang terdapat dalam tabel kerja (tabel perhitungan).
Misalkan dalam suatu kegiatan penelitian yang antara lain bertujuan untuk mengetahui apakah secara signifikan terdapat korelasi antara kegiatan mengikuti Bimbingan Tes yang dilakukan oleh para siswa lulusan SMA dan Prestasi mereka dalam Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN), dalam penelitian mana telah ditetapkan sampel sejumlah 100 orang lulusan SMA, berhasil diperoleh data sebagaimana tentara pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Mengenai Hasil Tes UMPTN Para Lulusan SMA Yang Mengikuti Bimbingan Tes dan Yang Tidak Mengikuti Bimbingan Tes
Status:
Prestasi Mengikuti Bimbingan Tes Tidak Mengikuti Bimbingan Tes Jumlah
Lulus Tes UMPTN 20 20 40
Tidak Lulus Tes UMPTN 25 35 60
Jumlah: 45 55 100 = N

Kita rumuskan lebih dahulu Ha dan H0 nya:
Ha : Ada korelasi yang signifikan antara keikutsertaan para lulusan SMA dalam Bimbingan Tes dan keberhasilan mereka dalam Tes UMPTN.
H0 : Tidak ada korelasi yang signifikan antara keikutsertaan para lulusan SMA dalam Bimbingan Tes dan keberhasilan mereka dalam Tes UMPTN.
Karena Phi di sini akan dihitung berlandaskan pada frekuensi selnya, maka masing-masing sel yang terdapat pada Tabel 2. itu kita persiapkan lebih dahulu menjadi Tabel Perhitungan (lihat Tabel 3).
Di sini kita lihat: frekuensi sel a = 20; b = 20; c = 25 dan d = 35.
Rumus yang kita pergunakan adalah:

Tabel 3. Tabel Perhitungan untuk Mencari Angka Indeks Korelasi Phi, yang Didasarkan Pada Frekuensi Sel-nya.
Status:
Prestasi Mengikuti Bimbingan Tes Tidak Mengikuti Bimbingan Tes Jumlah
Lulus Tes UMPTN 20
A 20
b 40

Tidak Lulus Tes UMPTN 25
c 35
d 60
Jumlah: 45 55 100 = N

Dengan mensubstitusikan a, b, c, dan d (yaitu frekuensi sel) ke dalam rumus, maka:


Interpretasi: di sini kita anggap sebagai rxy.
df = N – nr = 100 – 2 = 98 (Konsultasi Tabel Nilai “r”).
Dalam tabel tidak dijumpai df sebesar 98; karena itu kita pergunakan df sebesar 100. Dengan df sebesar 100, diperoleh rtabel pada taraf signifikansi 5 % = 0,195, sedangkan pada taraf signifikansi 1 % = 0,254. Dengan demikian yang kita peroleh (yaitu: 0,082) adalah lebih kecil jika dibandingkan dengan rtabel (yaitu: 0,195 dan 0,254). Dengan demikian Hipotesa Nol diterima/sidetujui. Berarti tidak terdapat korelasi yang signifikan antara keikutsertaan para siswa lulusan SMA dalam Bimbingan Tes, dan Prestasi yang mereka capai dalam Tes UMPTN.
Dengan memperhatikan kembali frekuensi sel dalam Tabel 3. dapat kita tarik kesimpulannya bahwa keberhasilan para siswa lulusan SMA dalam Tes UMPTN itu secara signifikan tidak ada hubungannya (= tidak dipengaruhi) oleh ikut-tidaknya mereka dalam kegiatan Bimbingan Tes Masuk Perguruan Tinggi.
b. Cara mencari angka Indeks Korelasi Phi dengan mendasarkan diri pada Nilai Proporsinya.
Rumusnya adalah:
Jika data yang tertera pada Tabel X.3. kita pergunakan lagi di sini, maka Tabel Perhitungan yang kita perlukan adalah:
Tabel 4. Tabel Perhitungan untuk Memperoleh Angka Indeks Korelasi Phi dengan Mendasarkan Diri Pada Nilai Proporsinya.
Status
Prestasi: Mengikuti Bimbingan Tes Tidak Mengikuti Bimbingan Tes Jumlah

Lulus Tes UMPTN 20

20

40



Tidak Lulus Tes UMPTN 25

35

60


Jumlah: 45

55

100
= 1,000

Dari Tabel 4. telah berhasil kita peroleh:
Alpha = 0,200; Beta = 0,200; Gamma =0.250; Delta = 0,550

p=0,400 q=0,600 p’=0,450 q’=0,550
Kita masukkan de dalam rumus:

(Hasilnya persis sama)
c. Cara Mencari (menghitung) Angka Indeks Korelasi Phi dengan memperhitungkan Kai Kuadrat.
Jika perhitungan didasarkan pada harga Kai Kuadrat, maka rumus yang kita gunakan adalah sebagai berikut:

Jika data yang kita pakai adalah Tabel X.4. maka untuk memperoleh harga Phi dengan menggunakan Kai Kuadrat, Tabel Perhitungan dan proses perhitungannya adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Tabel Perhitungan untuk Memperoleh Angka Indeks Korelasi Phi dengan Memperhitungkan Harga Kai Kuadrat.
Status:
Prestasi: Mengikuti Bimbingan Tes Tidak Mengikuti Bimbingan Tes Jumlah


Lulus Tes UMPTN 1
20
2
20

40=rN


Tidak Lulus Tes UMPTN 3
25
4
35

60= rN


Jumlah:
45= cN

55= cN

100=N


Maka rumus untuk mencar Kai Kuadrat adalah sebagai berikut:

Adapun proses perhitungan untuk memperoleh harga Kai Kuadrat dapat diperiksa pada Tabel 6.
Sel:





1

2

3

4 20

20

25

35



+2

-2

-2

+2 4

4

4

4 0,2222

0,1818

0,1481

0,1212
Jumlah 100=N 100=N 0 - 0,6733=



Dari Tabel 6. kita peroleh = 0,6733. Karena harga Kai Kuadrat adalah = sedangkan telah kita peroleh sebesar 0,6733 maka dengan sendirinya harga Kai Kuadrat yang kita cari adalah = 0,6733; atau: = 0,6733. Dengan demikian dapat kita peroleh, dengan jalan mensubstansikan harga Kai Kuadrat ke dalam rumus Phi:

= 0,082 (Hasilnya persis sama).
d. Cara Mencari (menghitung) Angka Indeks Korelasi Phi dalam keadaan khusus.
Yang dimaksud dengan keadaan khusus di sini adalah bahwa dalam Tabel Kerja atau Tabel Perhitungan untuk mencari Phi ternyata salah satu distribusinya terbagi seimbang (yaitu: p’ = 0,500 dan q juga = 0,500). Dalam keadaan khusus semacam ini, maka Phi dapat dihitung dengan rumus yang sederhana, yakni:

Contoh:
Tabel 7. Tabel Kerja untuk Mencari Phi di mana Salah Satu Distribusinya Terbagi Seimbang (Keadaan Khusus).
Status
Prestasi: Mengikuti Bimbingan Tes Tidak Mengikuti Bimbingan Tes Jumlah


Lulus Tes UMPTN 21

19

40



Tidak Lulus Tes UMPTN 29

31

60


Jumlah: 50
p' = 0,500 50
q' = 0,500 100
= 1,0000

Dari Tabel 7. ini kita ketahui: Alpha ( ) = 0,210; Beta ( ) = 0,190; Gamma ( ) = 0,290; Delta ( )
= 0,310; p =0,400; q = 0,600. Dengan demikian Phi dapat kita peroleh sebagai berikut:


Jika kita konsultasikan dengan tabel Nilai “r” Product Moment akan terlihat bahwa lebih kecil daripada rtabel ; jadi Hipotesa Nol disetujui. Berarti tidak ada korelasi yang signifikan antara keikutsertaan para siswa lulusan SMA dalam kegiatan Bimbingan Tes dan Prestasi yang mereka capai dalam Tes UMPTN.

M. Uji Statistik Koefisien Korelasi Phi ( )
Uji statistik koefisien korelasi phi ( ), digunakan untuk menguji signifikan atau tidaknya hubungan antara variabel nominal dengan variabel nominal. Uji statistiknya menggunakan rumus Kai Kuadrat.
dengan db = 1
Keterangan:
n = jumlah sampel
Prosedur uji statistiknya adalah sebagai berikut:
a) Formulasi hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan antara X dan Y
H1 : Ada hubungan antara X dan Y
b) Taraf nyata dan nilai
• Nilai taraf nyata biasanya dipilih 5 % (0,05) atau 1 % (0,01)
db = (b – 1)(k – 1)
• = …..
c) Kriteria pengujian
H0 diterima (H1 ditolak) apabila
H0 ditolak (H1 diterima) apabila
d) Uji statistik

e) Kesimpulan
Dalam hal penerimaan dan penolakan H0.

Contoh soal:
Sebuah penelitian tentang hubungan antara tingkat partisipasi mahasiswa dalam kegiatan politik dengan jenis media yang sering diikutinya. Jumlah sampel sebesar 140 memberikan nilai koefisien korelasi phi ( ) sebesar 0,51. Ujilah apakah hubungan tersebut signifikan atau tidak, gunakan taraf nyata 1 %!
Jawab:
1) Formulasi hipotesis
2) Taraf nyata ( ) dan nilai

• (lihat table pada lampiran)
3) Kriteria pengujian
H0 diterima (H1 ditolak) apabila
H0 ditolak (H1 diterima) apabila
4) Uji statistik


5) Kesimpulan
Karena maka H0 ditolak (H1 diterima). Jadi, ada hubungan yang signifikan antara partisipasi politik dengan jenis media.

N. Teknik Korelasi Koefisien Kontingensi
1. Pengertiannya
Teknik Korelasi Koefisien Kontingensi (Contingency Coefficient Correlation) adalah salah satu Teknik Analisis Korelasional Bivariat, dimana dua buah variabel yang dikorelasikan adalah berbentuk kategori atau merupakan gejala ordinal. Misalnya: tingkat pendidikan (tinggi, menengah, rendah), pemahaman terhadap ajaran Agama Islam (baik, cukup, kurang), dsb.
Apabila variabel itu hanya terbagi menjadi dua kategori, dan ke dua kategori itu sifatnya diskrit (terpisah menjadi dua kutub yang ekstrim), maka selain menggunakan teknik korelasi koefisien kontingensi, dapat pula dipergunakan Teknik Analisa Korelasional Phi Koefisien. Akan tetapi bila kategori itu lebih dari dua buah, maka teknik analisa korelasional Phi koefisien tidak dapat diterapkan di sini.
2. Lambangnya
Kuat-lemah, tinggi-rendah atau besar-kecilnya korelasi antar dua variabel yang sedang kita selidiki korelasinya, dapat diketahui dari besar-kecilnya angka Indeks korelasi yang disebut Coefficient Contingency, yang umumnya diberi lambang dengan huruf C atau KK (singkatan dari Koefisien Korelasi).
3. Rumusnya
Rumus untuk mencari Koefisien Korelasi Kontingensi adalah:

dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:

4. Cara memberikan Interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi Kontingensi
Pemberian interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi Kontingensi C atau KK itu adalah dengan jalan terlebih dahulu mengubah harga C menjadi Phi, dengan mempergunakan rumus sebagai berikut:

Setelah harga diperoleh, selanjutnya kita konsultasikan dengan Tabel Nilai ‘r’ Product Moment dengan df sebesar N – nr. Jika angka indeks korelasi yang kita peroleh dalam perhitungan (dalam hal ini adalah C yang telah diubah menjadi Phi dan ‘dianggap’ rxy itu sama dengan atau lebih besar daripada rtabel, maka hipotesa nihil ditolak dan apabila lebih kecil daripada rtabel maka hipotesa nihil diterima atau disetujui.
5. Contoh Cara Mencari (menghitung) Angka Indeks Korelasi Kontingensi
Misalkan akan diteliti, apakah terdapat korelasi positif yang signifikan antara semangat berolah raga dan kegairahan belajar. Sejumlah 200 orang subjek ditetapkan sebagai sampel penelitian. hasil pengumpulan data menunjukkan angka sebagaimana tertera pada tabel berikut.
Tabel 8: Data mengenai semangat berolah-raga dan kegairahan belajar dari 200 orang subjek
semangat berolah
raga
gairah belajar Besar Sedang Kecil Jumlah
Besar 18 12 10 40
Sedang 34 43 33 110
Kurang 10 10 30 50
Jumlah 62 65 73 200 = N

Karena angka indeks korelasi kontingenci C atau KK itu harus dihitung dengan Kai Kuadrat, maka langkah pertama yang harus kita tempuh adalah mengetahui besarnya Kai Kuadrat tersebut. Untuk keperluan itu kiya siapkan tabel kerjanya.

Tabel 9: Tabel kerja untuk mengetahui harga Kai Kuadrat, dalam rangka mencari angka indeks korelasi kontingensi C
Sel fo ft (fo – ft) (fo – ft)2 (f0 – ft)2
ft

1

2

3

4

5

6

7

8

9
18

12

10

34

43

33

10

10

30








5,6

-1,0

-4,6

-0,1

7,25

7,15

-5,5

-6,25

11,75 31,36

1,00

21,16

0,01

52,5625

51,1225

30,25

39,0625

138,0625 2,5290

0,0770

1,4490

0,0003

1,4703

1,2733

1,9516

2,4038

7,5651
Jumlah 200=N 200=N 0=
∑ (fo – ft) - 18,7194 =
∑ (f0 – ft)2
ft


Setelah harga Kai Kuadrat kita ketahui, maka selanjutnya kita substitusikan ke dalam rumus koefisien kontingensi:
C atau KK

Interpretasi:
Ha = Ada korelasi positif yang signifikan antara semangat berolah-raga dengan kegairahan belajar.
Ho = Tidak ada korelasi yang positif antara semangat berolah-raga dengan kegairahan belajar.

Untuk memberikan interpretasi terhadap C atau KK itu harga C terlebih dahulu kita ubah menjadi nilai Phi ( )dengan rumus:

Selanjutnya harga yang telah kita peroleh itu kita konsultasikan dengan tabel nilai “r” Product Moment, dengan terlebih dahulu mencari df-nya: df = N – nr = 200 – 2 = 198 (Dalam tabel nilai ‘r’ Product Moment tidak diperoleh df sebesar 198, karena itu digunakan df sebesar 200). Dengan df sebesar 200, diperoleh harga rtabel pada taraf signifikansi 5% = 0,138; sedangkan pada taraf signifikansi 1% diperoleh harga rtabel = 0,181.
Dengan demikian (yang berasal dari perubahan terhadap C itu) lebih besar daripada rtabel, baik pada taraf signifikansi 5% maupun 1%. Dengan ini maka H0 ditolak; berarti ada korelasi positif yang signifikan antara semangat berolah-raga dengan kegairahan belajar, dimana semakin besar semangat berolah-raga tumbuh dalam diri anak, dikuti dengan semakin besarnya kegairahan belajar mereka.
Sebagai catatan tambahan perlu kiranya dikemukakan di sini bahwa dalam rangka mengubah harga C menjadi (untuk diberikan interpretasi dengan menggunakan tabel nilai ‘r’ Product Moment itu), ada cara lain yang dapat dipergunakan, yaitu dengan menggunakan rumus:

Di atas tadi telah kita peroleh harga Kai Kuadrat = 18,7194; jika harga Kai Kuadrat itu kita substitusikan ke dalam rumus di atas, maka:
(hasilnya persis sama).

O. Rumus Koefesien Korelasi Lambda (λ).
Rumus korelasi lambda(λ), digunakan pada analisis korelasi sederhana untuk variabel nominal dengan variabel nominal, apabila kolom dan barisnya lebih dari dua. Koefersien korelasi Lambda dirumuskan:

a). Lambda simetris, tidak mempersoalkan variabell mana yang dijadikan variabel bebas.


Keterangan :
λ = Koefesien korelasi Lambda
= frekuensi terbesar pada baris
= frekuensi terbesar pada kolom
= frekuensi marjinal terbesar pada baris
= frekuensi marjinal terbesar pada kolom
n = jumlah data
b). lambda simetris, mempersoalkan variabel mana yang tepat menjadi variabel bebas (prediktor).


Keterangan :
= frekuensi terbesar pada subkelas variabel bebas (independen)
= frekuensi terbesar pada subtotal variabel terikat (dependen)
n = jumlah data

Contoh soal
Berikut ini diberikan data tentang partisipasi mahasiswa dalam kegiatan politik dengan jenis media yang paling sering diikutinya.
Jenis Media Tingkat Partisipasi Politik Jumlah
Tinggi Menengah Rendah
Media cetak 32 26 11 69
Media elektronika 10 14 47 71
jumlah 42 40 58 140

Pertanyaan :
a. Tentukan nilai koefesien korelasi lambda-nya?
b. Apa artinya?
Jawab :
Dari tabel diatas diketahui :
= frekuensi terbesar pada baris = 32 + 47 = 79
= frekuensi terbesar pada kolom = 32 + 26 + 47 = 105
= frekuensi marjinal terbesar pada baris = 71
Fk = frekuensi marjinal terbesar pada kolom = 58
n = jumlah observasi = 140
a.

= 0,3642
b. nilai λ=0,3642 memberikan arti bahwa antara tingkat partisipasi politik dengan jenis media yang diikuti terdapat hubungan yang rendah atau lemah tapi pasti, artinya bahwa makin tinggi/rendah tingkat partisipasi maka jenis media yang diikuti makin banyak/sedikit.

III. Penutup
Statistik adalah metode untuk mengumpulkan, mengolah dan menyajikan, serta menginterpretasikan data yang berwujud angka-angka. Fungsi yang dimiliki oleh statistik dalam dunia pendidikan terutama bagi para pendidik (pengajar, guru, dosen) adalah menjadi alat bantu untuk mengolah, menganalisa, dan menyimpulkan hasil yang telah dicapai dalam kegiatan penilaian tersebut.
Teknik Analisa Korelasional ialah teknik analisa statistik mengenai hubungan antar dua variabel atau lebih. Teknik Analisa Korelasional dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: Teknik Analisa Korelasional Bivariate dan Teknik Analisa Korelasional Multivariat.
Teknik statistik yang digunakan dalam analisis hubungan yang hanya melibatkan dua variabel adalah Koefisien korelasi sederhana, yaitu koefisien korelasi yang digunakan untuk mengukur derajat hubungan dari dua variabel. Teknik korelasi Phi adalah salah satu teknik analisa korelasional yang dipergunakan apabila data yang dikorelasikan adalah data yang benar-benar dikotomik (terpisah atau dipisahkan secara tajam); dengan istilah lain: variabel yang dikorelasikan itu adalah variabel diskrit murni; misalnya: Laki-laki-Perempuan, Hidup-Mati, Lulus-Tidak Lulus, Menjadi Pengurus Organisasi-Tidak Menjadi Pengurus Organisasi, Mengikuti Bimbingan Tes-Tidak Mengikuti Bimbingan Tes, dan seterusnya.
Dari contoh di atas: (a) untuk mencari angka indeks korelasi Phi dengan mendasarkan diri pada frekuensi dari masing-masing sel yang terdapat dalam tabel kerja (tabel perhitungan) dapat kita tarik kesimpulannya bahwa keberhasilan para siswa lulusan SMA dalam Tes UMPTN itu secara signifikan tidak ada hubungannya (= tidak dipengaruhi) oleh ikut-tidaknya mereka dalam kegiatan Bimbingan Tes Masuk Perguruan Tinggi; (b) untuk mencari angka Indeks Korelasi Phi dengan mendasarkan diri pada Nilai Proporsinya dapat disimpulkan bahwa hasilnya sama persis dengan poin (a); (c) untuk mencari (menghitung) Angka Indeks Korelasi Phi dengan memperhitungkan Kai Kuadrat dapat disimpulkan bahwa hasilnya juga sama persis dengan poin (a) dan (b); (d) untuk mencari (menghitung) Angka Indeks Korelasi Phi dalam keadaan khusus dapat disimpulkan bahwa hipotesa nol disetujui itu berarti tidak ada korelasi yang signifikan antara keikutsertaan para siswa lulusan SMA dalam kegiatan Bimbingan Tes dan Prestasi yang mereka capai dalam Tes UMPTN.
Teknik Korelasi Koefisien Kontingensi (Contingency Coefficient Correlation) adalah salah satu Teknik Analisis Korelasional Bivariat, dimana dua buah variabel yang dikorelasikan adalah berbentuk kategori atau merupakan gejala ordinal. Misalnya: tingkat pendidikan (tinggi, menengah, rendah), pemahaman terhadap ajaran Agama Islam (baik, cukup, kurang), dsb.
Apabila variabel itu hanya terbagi menjadi dua kategori, dan ke dua kategori itu sifatnya diskrit (terpisah menjadi dua kutub yang ekstrim), maka selain menggunakan teknik korelasi koefisien kontingensi, dapat pula dipergunakan Teknik Analisa Korelasional Phi Koefisien. Akan tetapi bila kategori itu lebih dari dua buah, maka teknik analisa korelasional Phi koefisien tidak dapat diterapkan di sini.
Rumus korelasi lambda (λ), digunakan pada analisis korelasi sederhana untuk variabel nominal dengan variabel nominal, apabila kolom dan barisnya lebih dari dua.

IV. Daftar Pustaka

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, Ed. 1., Cet. 11. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Anto Dajan, Pengantar Metode Statistik, Jilid I, Cet. 11, Jakarta: LP3ES, 1986.
Gimin, Modul Mata Kuliah Statistik, 2009.
Husaini Usman dan R. Purnomo S.A, Pengantar Statistika, Cetakan ke-III, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Iqbal Hasan, Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004).



LAMPIRAN
Nukilan Tabel Nilai Kai KUadrat (χ²) Untuk Berbagai df*


*Dinukil dari: Henry E. Garrett, Statistics in Psychology and Educational, (New York: Longmans, Green and co.), hal. 428, dengan catatan bahwa yang dinukil di sini hanyalah Harga Kritik Kai Kuadrat pada Taraf signifikansi 5% dan 1% saja.